Nasionalpos.com, Jakarta – Rencana Pemerintah untuk mengeluarkan regulasi baru dalam pendirian pondok pesantren menimbulkan kegelisahan serta kekhawatiran di tengah masyarakat, khususnya bagi kalangan aktivis masjid. Merekapun menganggap regulasi itu sebagai bentuk ketidakpercayaan Pemerintah terhadap Umat Islam. Untuk itu, mereka meminta agar Pemerintah tidak mencurigai Umat islam.
Seperti diutarakan H. Amiruddin Baso, pengurus Masjid At-Taubah, Perumahan Palem Indah, Pondok Kelapa, Jakarta Timur saat ditemui Nasionalpos.com di Perumahan Palem indah, Jakarta Timur, Senin (12/3/2018) malam.
“Jujur kami khawatir dengan wacana soal akan dibuatnya regulasi oleh pemerintah tentang perizinan poondok pesantren yang selama ini dikeluarkan oleh wilayah kabupaten/kota akan di tarik ke pusat serta terkait dengan masalah kurikulum di pondok pesantren,” ujar Amiruddin didampingi pengurus Masjid At-Taubah lainnya Teuku Husaini dan H. Sulaiman Raisin.
Pernyataan Amiruddin dan pengurus Masjid At-Taubah Pondok Kelapa, Jaktim itu menanggapi pemberitaan di sebuah media nasional pada Februari 2018 lalu tentang rencana Pemerintah menerbitkan regulasi terkait standar minimum dan izin pendirian pesantren di Indonesia.
Dalam pemberitaan itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Ahmad Zayadi mengungkapkan dengan regulasi tersebut nantinya izin pendirian pesantren tidak lagi dikeluarkan oleh Kankemenag Kabupaten/Kota, tapi oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Masih dalam pemberitaan di media nasional tersebut, Ditambahkan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Prof Kamarudin Amin bahwa regulasi tersebut sebagai upaya kehadiran negara dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI). Agar Indonesia tidak bernasib sama seperti India, Bangladesh, Afganistan yang tidak mengkontrol diri dari ideologi ekstrem
Amiruddin melanjutkan bahwa rencana Pemerintah untuk mengeluarkan regulasi baru tersebut menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat khususnya kalangan aktivis Islam.
Ketiga aktivis Masjid itu menilai bahwa penarikan izin pendirian pondok pesantren dari wilayah ke pusat akan berpotensi menjadi penghambat bagi tumbuhnya pondok-pondok Pesantren baru di wilayah NKRI. Disamping itu, keterlibatan Pemerintah dalam menentukan kurikulum pendidikan di pondok pesantren berpotensi menggeser porsi pendidikan agama yang selama ini menjadi titik tekan di pesantren.
“Kami sangat menyayangkan alasan Pemerintah untuk mengeluarkan regulasi baru tersebut yang hanyalah rasa kekhawatiran yang berlebihan dari Pemerintah terhadap umat Islam khususnya terhadap kalangan pesantren,” imbuh Teuku Huasini.
“Sungguh ironi jika pondok pesantren yang nota bene sangat berjasa dalam merebut dan mempertahankan NKRI. Pondok-pondok pesantren telah ada sebelum Republik ini ada dan bahkan telah sukses melahirkan tokoh-tokoh bangsa. Tapi, kini harus dikekang untuk tumbuh didalam NKRI yang merupakan negara berpenduduk mayoritas muslim dan bahkan dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia,” timpal Sulaiman.
Menurutnya, jika memang Pemerintah ingin mendorong kemajuan pendidikan di pondok pesantren, maka lebih baik jika Pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pondok pesantren. Serta meningkatkan kapasitas kemampuan para pengajar di pondok pesantren dalam bentuk pemberian bea siswa, pelatihan-pelatihan, seminar-seminar dan lain-lain yang sesuai dengan bidangnya serta sesuai dengan fokus pendidikan pesantren. Jika perlu, hal ini pun dapat diberlakukan kepada para santri.
Ketiganya pun meminta agar pemerintah membuang jauh-jauh rasa curiga tergadap Umat islam. “Kami mengajak segenap umat Islam untuk berperan memajukan pendidikan di pondok pesantren, serta menghimbau para orang tua untuk tidak ragu mendorong putra-putrinya menimba ilmu di pondok pesantren. Dan, kepada Pemerintah berhentilah mencurigai Umat Islam,” pungkas Amiruddin. [ ]