Nasionalpos.com, Jakarta – PDIP langsung mencabut dukungannya dari bakal calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae yang terjaring operasi tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Marianus yang juga Bupati Ngada dan dijuluki PDIP sebagai “Ahok dari Flores itupun sudah berstatus tersangka dugaan suap terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada.
“Siapapun yang melakukan tindak pidana korupsi akan dipecat, namun masih saja pelanggaran terjadi,” kata Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto dalam keterangan persnya, Senin (12/2).
Meskipun langkah PDIP mencabut dukungan tak sesuai aturan, namun Hasto memastikan partainya tidak lagi mengusung Marianus.
Untuk diketahui, pencabutan dukungan tidak dimungkinkan lantaran hari ini, Senin (12/2/2018) KPU mulai mengumumkan penetapan pasangan calon.
“Dengan pencabutan dukungan terhadap Marianus Sae, maka Emiliana Nomleni menjadi representasi PDI Perjuangan, mengingat berdasarkan ketentuan undang undang, penggantian pencalonan Marianus Sae sudah tidak bisa dilakukan,” jelas Hasto.
Tak hanya mencabut dukungan, lanjut Hasto, Marianus juga dipecat sebagai anggota kader di partai lain. Sikap itu menunjukkan konsistensi PDIP melawan korupsi.
Sebelumnya, Marianus merupakan bakal calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia maju Bersama Emilia J Nomleni, yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Sementara penetapan tersangka Marianus diumumkan oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di KPK, Senin (12/2/2018).
Basaria menjelaskan, Marianus menerima suap dari Wilhelmus terkait sejumlah proyek jalan di Kabupaten Ngada senilai Rp 54 miliar. Marianus menjanjikan proyek-proyek jalan tersebut dapat digarap oleh Wilhelmus Iwan Ulumbu.
Dalam OTT tersebut, KPK menangkap lima orang. Yakni, MSA, ATS (Ketua Tim Penguji Psikotes Cagub NTT), DK (ajudan Bupati), WIU, PP (pegawai BNI cabang Gajawa, Ngada).
Marianus dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001.
Sementara WIU disangkakan pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 UU 31 1999 yang diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ( )