Nasionalpos.com, Jakarta – Lembaga survei Median merilis hasil survei terbarunya. Hasilnya, elektabilitas Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengalami penurunan. Disaat bersamaan, elektabilitas tokoh lainnya justru mengalami peningkatan.
Survei yang dilakukan pada 1-9 Februari 2018 ini, populasinya adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih. Sampel berjumlah 1000 responden, dengan margin of error kurang lebih 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sampel dipilih secara random dengan teknik multistage random sampling.
Hasilnya, responden yang memilih Jokowi sebagai presiden sebesar 35,0 persen. Angka ini turun dibandingkan survei pada Oktober 2017, dimana Jokowi dipilih 36,2 responden.
Sementara yang memilih Prabowo sebesar 21,2 persen. Angka ini juga turun dibandingkan survei Oktober 2017 di mana elektabilitas Prabowo 36,2 persen.
“Hasil survei ini menunjukkan bahwa Jokowi dan Prabowo mulai memudar elektabilitasnya,” terang Direktur Eksekutif Median Rico Marbun di Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Di saat bersamaan, calon presiden alternatif yang menjadi penantang kedua tokoh mengalami peningkatan elektabilitas.
Seperti, Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, kini dipilih oleh 5,5 persen responden, naik dibandingkan Oktober lalu yang hanya 2,8 persen.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga elektabilitasnya naik tipis dari 4,4 persen ke 4,5 persen.
Begitupun Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga mengalami peningkatan elektabilitas dari semula dibawah 1 persen ke 3,3 persen.
“Artinya ada peralihan suara Jokowi dan Prabowo ke tokoh-tokoh alternatif,” tutur Rico.
Lebih jauh Rico menjelaskan bahwa berdasarkan hasil survei itu menunjukkan bahwa pemilih menginginkan tokoh alternatif selain Jokowi dan Prabowo.
Data survei ini sekaligus menjadi peringatan khususnya bagi Jokowi sebagai calon petahana. Jika dibiarkan, maka tidak tertutup kemungkinan elektabilitas Jokowi akan terus anjlok dan berakibat fatal saat pilpres 2019 nanti.
Menurut Rico, popularitas Jokowi sebagai petahana sulit meningkat karena kinerja pemerintah yang tidak memuaskan publik, khususnya di bidang ekonomi.
Responden menaruh perhatian pada berbagai masalah ekonomi seperti kesenjangan ekonomi, harga kebutuhan pokok yang tinggi, hingga tarif listrik yang tinggi. [ ]