Oleh : Ali F Andri
Alumni HMI Koorkom IMUKA – UNKRIS
Nasionalpos.com, Jakarta – Sebuah film bertajuk drama romantis remaja usia belasan tahun, pertama kali di rilis di Rusia pada 20 Oktober 2017 lalu.
Film yang mendapat review positif para kritikus film dengan rating 8.8/10 yang membuat film tersebut dinobatkan menjadi nominator film terbaik pada ajang Piala Oscar 2018 ini.
Disutradai oleh Luca Guadagnino, Pria kelahiran Palermo, Sicilia, Itali tahun 1971 silam yang ditulis oleh James Ivory, film yang diangkat dari cerita novel dengan judul yang sama karya Andre Aciman di tahun 2007 film sukses meraih Box Office senilai $ 32,2 juta.
Film ini menjadi menarik untuk diangkat menjadi sebuah tulisan, bukan lantaran film ini berhasil meraih box office atau sekedar nominator film terbaik semata, tapi lebih pada sisi kandungan cerita film tersebut.
Inti cerita dari film yang berlatar belakang musim panas di pedesaan Itali di tahun 1983 tersebut mengisahkan seorang laki-laki remaja bernama Elio yang diperankan Timothee Chalamet merasa tertarik kepada seorang laki-laki juga yang bernama Oliver yang diperankan oleh Armie Hammer, yang padahal disaat yang bersamaan Elio sendiri telah memiliki kekasih bernama Marzia yang diperankan oleh Esther Garrel.
Kisah cinta Elio dan Oliver ini bermula saat ayah Elio yang merupakan seorang profesor arkeologi mengundang seorang mahasiswa asal Amerika Serikat, yaitu Oliver untuk tinggal bersama keluarganya selama musim panas.
Selama tinggal bersama, Elio merasa memiliki sedikit kesamaan dengan kepribadian Oliver. Semenjak itu Elio banyak menghabiskan waktu bersamanya dan merasa tertarik kepada Oliver. Elio merasakan bagaimana layaknya orang jatuh cinta, ia juga sering merasakan rindu yang mendalam saat jauh dengan Oliver. Meski Oliver pernah berkata pada Elio bahwa tidak seharusnya bertindak berdasarkan perasaan itu saat Elio mengakui perasaannya kepada Oliver. Suatu waktu, Oliver pun mengatakan pada Elio untuk memanggil nama Oliver dengan nama Elio, begitupun sebaliknya.
Sekelumit kisah film tersebut, memberikan kesan kuat akan gerakan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgemder (LGBT) di seantero dunia yang merambah melalui dunia film, dahsyatnya lagi film tersebut memiliki rating yang tinggi dan menembus box office, sungguh ini bukan hal kecil dan main-main.
Ditengah situasi masyarakat yang resah dengan maraknya fenomena LGBT, tentu tidak berlebihan jika film ‘Call Me by Your Name’ patut di waspadai sebagai bentuk propaganda kaum LGBT internasional.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki budaya luhur yang bernafaskan ideologi Pancasila dengan ‘Ketuhanan Yang ha Esa’nya sebagai sila pertama dari kelima sila yang ada yang mengisyaratkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang ber-agama, sementara LGBT adalah gaya hidup yang jauh bahkan bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa.
Call Me by Your Name sebuah film yang mengangkat kisah LGBT bukanlah film yang layak untuk tayang di bumi Pancasila, seyogyanya negara dalam hal ini pemerintah mencegah masuknya film tersebut ke Indonesia, tentu saja para pemuka agama dan masyarakat luas harus saling bahu membahu menangkal segala bentuk gerakan LGBT tak terkecuali film ini. [ ]