Nasionalpos.com, Jakarta – Ketua umum GL-Pro 08, Jimmy CK menilai gugatan class action oleh sebagian korban banjir Ibukota kepada Pemprov DKI bermuatan politik. Sebab, arahnya ingin menjatuhkan citra Gubernur DKI Anies Baswedan.
“Kami menghargai warga yang gugat class action Pemprov DKI soal banjir, karena itu hak warga negara. Tapi, kami liat kok sepertinya ada muatan politik yang mengarah pada upaya menjatuhkan citra Gubernur DKI Anies Baswedan. Itu yang kami sayangkan. Kesalahan hanya ditimpakan pada Pemprov DKI. Ada apa ini?,” tutur Jimmy di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Jimmy menyatakan, berdasarkan catatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di Jakarta pada awal tahun 2020 menjadi curah hujan tertinggi dibanding 1,5 abad yang lalu. Karena itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengakui bahwa penyebab banjir Ibukota adalah curah hujan yang tinggi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pernyataan Kepala BNPB Agus Wibowo dalam sebuah media nasional mengakui bahwa penyebab banjir Ibukota adalah curah hujan tinggi. Menurut beliau, curah hujan pada awal tahun 2020 lalu adalah yang tertinggi sejak 1,5 abad lalu. Kalau sudah begitu, apakah kesalahan ditimpakan pada seorang Gubernur Anies?. Dan kami cermati arahnya untuk menjatuhkan citra Pak Anies yang kebetulan saat ini menjabat Gubernur DKI,” jelas Jimmy.
Lebih lanjut Jimmy mengungkapkan bahwa musibah banjir yang melanda Ibukota bukan kali ini saja terjadi. Sebab, di era gubernur Jokowi dan Ahok pun banjir besar melanda, nyatanya tak ada gugatan class action.
Jimmy lantas mengutip data BMKG , BPBD dan Bappenas soal data banjir dari era Gubernur Jokowi, Ahok dan Anies. Pada tahun 2013 atau di era Jokowi, curah hujan di Jakarta 100 mm/hari dengan luas area tergenang 240 km2 di 599 RW. Saat itu, banjir baru surut setelah tujuh hari. Adapun jumlah pengungsi 90.913 jiwa yang tersebar di 1.250 tempat pengungsian.
Pada tahun 2015 atau di era Ahok pimpin Jakarta, curah hujan 277 mm/hari dengan luas area tergenang 281 km2 di 702 RW. Saat itupun, banjir baru surut setelah tujuh hari. Sedangkan jumlah pengungsi 45.813 jiwa yang tersebar di 409 tempat pengungsian.
Adapun pada 2020 lalu, curah hujan 377 mm/hari dengan area tergenang 156 km2 di 390 RW. Banjir surut setelah empat hari dengan jumlah pengungsi 31.232 jiwa yang tersebar di 269 tempat pengungsian.
“Kalau berdasarkan data itu, maka curah hujan pada 2020 lalu lebih tinggi dibandingkan era Jokowi dan Ahok. Akibatnya, banjir melanda pada awal tahun 2020 dan sudah surut setelah empat hari. Pertanyaannya, kenapa di era Jokowo dan Ahok yang jumlah korbandan luas wilayahnya lebih banyak tapi tidak ada gugatan class action?,” tutur Jimmy.
Jimmy menambahkan, banjir yang melanda sebagian wilayah Ibukota yang terjadi pada pergantian tahun 2020 lalu akibat hujan deras yang merata di wilayah Jabodetabek plus Banten mengakibatkan banjir bukan hanya di Ibukota, tapi juga wilayah Jabodetabek bahkan Lebak, Banten.
“Kalau mau jujur, banjir ini adalah bencana yang terjadi bukan hanya di Jakarta, tapi Jabodetabek plus Lebak, Banten. Artinya, kalau mau digugat harusnya pemerintah daerah yang wilayahnya kebanjiran. Tapi, kami lihat kok yang bereaksi dan sampai mengajukan gugatan class action hanya di Jakarta,” ujar Jimmy didampingi Sekretaris GL-Pro 08, Salatanning.
Jimmy juga mengingatkan pernyataan Jokowi saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI bahwa masalah banjir Ibukota. Saat itu, Jokowi menyatakan bahwa banjir Ibukota tak akan tuntas jika masalah di hulu tidak diselesaikan. “Coba cek pernyataan Pak jokowi saat menjabat Gubernur DKI bahwa kalau di hulunya tidak dibenahi, maka sulit atasi banjir Ibukota. Artinya, tanggungjawab bukan hanya dibebankan pada pemprov DKI, tapi juga wilayah penyangga Ibukota lainnya Bodetabek. Bahkan, harusnya Pemerintah Pusat juga tanggungjawab karena ini ibukota negara,” pungkas Jimmy. (*)