JAKARTA, NasionalPos – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan patut dicurigai motif dibalik keputusan Pengadilan Tipikor Jakarta melarang siaran langsung sidang perdana kasus korupsi e-KTP. Pasalnya, persidangan kasus itu tengah dinanti masyarakat untuk mengetahui siapa saja ‘orang besar’ yang disebut namanya dalam kasus korupsi megaproyek itu.
“Larangan itu tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Kami khawatir, ini sengaja ditutupi sehingga sidang tidak berjalan dengan fair dan cenderung mengesampingkan rasa keadilan. Apalagi, kasus ini menyeret sederet nama politikus besar,” kata Ketua IJTI Yadi di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Menurut Yadi, pelarangan pengadilan Tipikor tersebut membatasi hak publik mendapatkan informasi. Kasus yang diduga merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah itu disebut perlu diketahui masyarakat.
“Kasus ini harus dibuka. Seharusnya bisa disiarakan secara langsung, yaitu pledoi, esepsi, dakwaan, pembacaan, dan vonis,” paparnya.
Dia menjelaskan, pelarangan itu juga melanggar hak yang dimiliki media massa sebagaimana diatur UU 40/1999.
Terkait larangan itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio menyatakan akan menempuh jalur hukum jika Pengadilan Tipikor Jakarta tidak mencabut larangan siaran langsung sidang kasus e-KTP.
Ditambahkan Agung, KPI telah satu suara dengan Dewan Pers, IJTI, Aliansi Jurnalis Independen, dan Persatuan Wartawan Indonesia terkait rencana upaya hukum tersebut.
“Salah satu tuntutan reformasi itu, kebebasan pers. Kami akan tunggu dan lihat setelah pernyataan bersama ini, apakah majelis hakim akan mengubah keputusan atau tidak,” tegasnya.
Untuk diketahui, larangan siaran langsung sidang kasus korupsi e-KTP diatur dalam Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus Nomor W10U1/KP01.1.17505/XI201601 tentang larangan peliputan atau penyiaran persidangan secara langsung oleh media televisi di lingkungan PN Jakarta Pusat.
Adapun posisi Pengadilan Tipikor Jakarta berada satu gedung dengan PN Jakarta Pusat. (dit)