Nasionalpos.com, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan dengan pidana penjara 5 tahun dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.
“Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama,” ujar jaksa Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Jaksa menilai perbuatan Nofel bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Namun, jaksa juga menganggap Nofel berlaku sopan selama persidangan. Selain itu, Nofel juga telah mengembalikan uang 104.500 dollar Singapura. Kemudian, Nofel belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Untuk itu, Nofel didakwa bersama-sama dua pejabat Bakamla lainnya menerima uang 104.500 dollar Singapura dari Direktur PT Melati Technofo Indonesia dan PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah.
Uang itu diberikan karena Nofel mengajukan proyek satelit monitoring yang kemudian masuk di dalam APBN-P 2016.
Jaksa menilai Nofel terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, permintaan Nofel untuk menjadi justice collaborator (JC) ditolak jaksa KPK.
“Fakta persidangan dikaitkan dengan ketentuan dalam SEMA nomor 4 tahun 2011 maka permohonan justice collabolator yang diajukan terdakwa tidak dapat dikabulkan,” kata jaksa Kiki Ahmad Yani.
Usai persidangan, Jaksa Kiki mengungkapkan alasan penolakan JC Nofel Hasan karena tidak memenuhi persyaratan JC sepenuhnya.
Dalam persidangan Nofel tidak mengungkap peran pelaku lain atau barang bukti yang lebih besar.
“Untuk memenuhi syarat menjadi JC itu kan ada beberapa termasuk mengungkap apa peran pelaku lain yang melakukan besar atau bukti-bukti, dan kami menganggap beliau tidak melakukan itu,” pungkasnya. []