Nasionalpos.com, Jakarta – Kepala Bakamla (Kabakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo menegaskan posisi kader PDI-P Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi di lembaga yang dipimpinnya.
Arie menyatakan Ali Fahmi hanya narasumber yang diberi honor kalau dibutuhkan tenaganya. Jika tidak diperlukan, maka hanya sebatas koordinasi pengalaman dan kemampuan.
“(Status Ali Fahmi) Narasumber. Dia saya gunakan, baru dapat honor, kalau tidak, koordinasi sesuai pengalaman seperti saya sampaikan di sidang dahulu,” jelas Arie dalam sidang lanjutan perkara suap proyek satellite monitoring Bakamla dengan terdakwa Nofel Hasan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Hal itu dikatakan Arie saat jaksa menanyakan apakah bernar Ali Fahmi itu staf khusus Kepala Bakamla?
Jaksa juga menanyakan kepada Arie Soedewo tentang adanya upaya membuka tanda bintang pada anggaran drone.
“Benarkah ada upaya (dari Bakamla) agar anggaran drone dibuka? Sebab saksi sebelumnya menyatakan kalau drone sudah dilelang dan ada pemenang, sedangkan anggaran malah diblokir, jadi sekali lagi adakah upaya membuka?” tanya jaksa.
Lantas Arie membenarkan hal tersebut. “Jadi begini, saya pernah perintahkan saudara Nofel untuk membuat surat upaya pembukaan, tapi dengan keraguan. Satu, waktunya kurang dari sebulan, kalau tidak beraksi, permintaan saya main-main atas dasar itu buat mudah-mudahan tidak diblokir,” jawab Arie.
Arie menjelaskan, surat tersebut ditujukan kepada Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan.
Kemudian, jaksa kembali menanyakan kepada Arie apakah ada pihak lain yang ikut membantu?
“Tidak ada,” tegas Arie.
Jaksa KPK dalam dakwaan Nofel telah menyebut usulan anggaran pengadaan satellite monitoring dan drone yang disahkan APBN-P Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 402 miliar dan drone sebesar Rp 580 miliar.
Namun Kemenkeu memangkas anggaran proyek satellite monitoring dengan nilai Rp 222 miliar.
Sementara untuk pengadaan drone belum dapat ditandatangani kontraknya karena anggaran pengadaan drone masih dibintangi atau di-blocking.
Lalu, Hardy Stefanus (mantan pegawai PT Melati Technofo Indonesia/MTI) ingin usulan pembukaan blocking anggaran tanpa perlu dilakukan review dari BPKP, tetapi langsung diajukan ke Ditjen Anggaran Kemenkeu.
Terkait itu, Nofel didakwa menerima SGD 104.500. Uang itu diterima Nofel dari Fahmi Darmawansyah (mantan Direktur PT MTI sebagai pemenang tender) melalui dua anak buahnya yaitu M Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Suap diberikan agar Nofel dapat membantu membuka blocking anggaran pengadaan drone.
Dalam sidang itu, anggota DPR yang juga Ketua DPD I Golkar DKI Fayakhun Andriadi sebagai saksi mengaku dikenalkan dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi oleh rekannya sesama Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin.
Ali dikenalkan sebagai kader PDI-P oleh TB Hasanuddin usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Bakamla.
“Saya kenal Ali Fahmi setelah dikenalkan oleh Tubagus Hasanuddin, teman saya dan senior sesama Komisi I DPR. Setelah RDP di kantor Bakamla, dikenalkan,” tutur Fayakhun.
Setelah berkenalan, lanjut Fayakhun, Ali Fahmi lantas meminta nomor telepon selulernya.
“Saat dikenalkan Pak TB Hasanuddin dia (Ali Fahmi) perkenalkan diri kader PDIP juga. Kemudian saya tidak tahu istilahnya tenaga ahli di Bakamla. Kemudian dia minta nomor telepon saya,” beber Fayakhun. ( )