Jakarta,NasionalPos — Jakarta Procurement Monitoring (JPM) resmi melaporkan dugaan korupsi pengadaan lampu penerangan jalan umum (PJU) di Dinas Perindustrian dan Energi (DPE) DKI Jakarta ke Bareskrim Polri.
Ketua JPM, Ivan Parapat mengatakan, kasus lampu PJU tersebut terindikasi merugikan keuangan negara hingga Rp 2,1 miliar.
“Kami laporkan ke Bareskrim tanggal 27 Oktober 2017,” kata Ivan di Jakarta, Selasa (31/10).
Menurut Ivan, alasan pelaporan mengacu pada UU Nomor 20 Tabun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pertimbangan lainnya bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga telah melangga hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Sehingga tipikor perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa,” papar Ivan.
Berdasarkan Laporan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Tahun Anggaran 2016 menyebutkan adanya temuan Kasus pengadaan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) di DKI Jakarta. Muncul dugaan, nilai kerugian yang ditemukan BPK dalam kasus ini hingga mencapai milyaran rupiah, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK disebutkan, proyek pengadaan lampu PJU Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta, terindikasi Merugikan Negara hingga Rp 2,1 miliar.
Dalam temuan tersebut, BPK juga mengungkapkan bahwa pada proses lelang proyek senilai Rp 13,6 milyar tersebut diduga menyalahi aturan. Pelaksanaan tender dinilai menyimpang dan keluar dari prinsip pengadaan barang dan jasa yakni efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
Hal itu tidak sesuai dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, sedangkan pemenang tender, PT Victoria Nuansa Karya, merupakan perusahaan perantara dan tidak memiliki kapasitas sebagai pemenang tender. Dalam pelaksaan kontrak, sebagian besar barang atau panel dipasok dari PT Tata Komponika. Begitu juga dengan barang lainnya berasal dari perusahaan lain.
Selain itu, BPK menemukan bahwa Victoria merupakan perusahaan yang dipinjam oleh perusahaan lain untuk memenangkan tender. Victoria, kata BPK, hanya mendapat fee sebesar satu persen atau Rp 105 juta dari nilai kontrak setelah dipotong pajak, tidak hanya sampai di situ, BPK juga menelusuri adanya kejanggalan soal penunjukkan Victoria sebagai distributor oleh Tata Komponika. Dalam catatan BPK, penunjukkan Victoria itu sangat mendadak pada 14 Maret 2016. Sedangkan lelang dimulai pada 21–29 Maret 2016.
Dari temuan itu, ketika di konfirmasi Kepala Bagian Keuangan Dinas
Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, Dora Marpaung mengatakan bahwa memang ada dua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan dan terindikasi merugikan keuangan daerah, diantaranya pengadaan panel untuk pemeliharaan lampu penerangan jalan umum ( PJU) senilai Rp 11, 6 Milyar serta pengadaan material pendukung sebesar Rp 4, 1 Milyar, menurutnya
kerugian Negara dari kedua kegiatan pengadaan barang dan jasa, “ Namun uang yang sudah di kembalikan ke kas daerah total sebesar Rp 1,8 Milyar,” Kata Dora kepada pers, Rabu 19 juli 2017.
Menanggapi temuan tersebut, Ucok Sky Khadafi meminta agar BPK bersikap transparan dan segera menyerahkan temuan bukti-bukti dugaan penyimpangan proyek pengadaan lampu PJU kepada KPK atau ke pihak Bareskrim Mabes Polri.
Selain itu, ia juga berharap supaya BPK bersinergi dengan penegak hukum lainnya untuk meminimalisir kerugian negara. Karena berdasarkan ketentuan dalam UU. No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 4 menyebutkan bahwa pengembalian Kerugian Keuangan Negara Tidak Menghapuskan
Tindak Pidananya.
“Saya yakin, jika penegak hukum bersinergi akan ada Tersangka dalam kasuscpengadaan lampu PJU,” tegasnya kepada pers, Selasa, 1 Agustus 2017.
Seperti diketahui Ir. Yuli Hartono adalah Kepala Dinas Perindustrian dancEnergi Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Pengguna Anggaran dalamcProyek-proyek yang diduga menyimpang tersebut, saat di konfimasi masalah tersebut, Yuli Hartono mengatakan bahwa kerugian Negara akibat pelaksanaan proyek yang tidak sesuai aturan, maka pihaknya segera mengembalikan uang tersebut, “Saya sudah perintahkan agar uang itu segera di kembalikan ke kas
daerah,”tandas Yuli Hartono, kepada media di Jakarta, senin, 1 Agustus 2017.[]