Nasionalpos.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi sejauh ini masih sibuk mencari bukti kasus pengadaan “Quay Container Crane” (QCC) di Pelindo II tahun 2010 dengan tersangka Richard Joost Lino.
KPK bahkan mengaku akan mengejar bukti yang dibutuhkan sampai ke luar negeri. RJ Lino sendiri sampai saat ini belum ditahan KPK meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan tiga QCC.
“Akan koordinasi dengan pihak luar negeri terkait dengan beberapa bukti,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
“Belum ada perkembangan yang signifikan. Mekanisme pastinya saya belum cek lagi ke tim penyidik tetapi segala sarana kerja sama internasional sudah coba kami gunakan untuk mendapatkan bukti-bukti di negara tersebut,” imbuh Febri.
Sayangnya, Febri tak menyebut di negara mana KPK akan mencari bukti-buktinya.
Febri juga mengakui jika saat ini ada tiga saksi yang diperiksa penyidik untuk tersangka RJ Lino.
Ketiganya masing-masing mantan Direktur Teknik dan Operasional PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Ferialdy Noerlan, Senior Manager Peralatan PT Pelindo II dan Pj Direktur Utama PT Jasa Peralatan Pelabuhan Indonesia (JPPI) Haryadi Budi Kuncoro, dan pegawai PT Pelindo II Pelabuhan Tanjung Priok Wahyu Hardiyanto.
Untuk diketahui, Ferialdy Noerlan sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan “mobile crane” oleh Bareskrim Polri pada 2013 lalu.
“Tadi para saksi dikonfirmasi soal proses pengadaan QCC tersebut. Jadi, kami rinci kembali proses pengadaannya juga diklarifikasi pengetahuan para saksi terkait dengan penunjukan rekanan dan besaran biaya yang dibayarkan,” jelas Febri.
Sebelumnya, RJ Lino telah ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 15 Desember 2015. Pasalnya, Lino diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
Pengadaan tiga unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai.
Hasil analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton.
Berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP ada eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar).
Atas perbuatannya, Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana. ( )