Nasionalpos.com, Jakarta – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang menyiapkan Peraturan KPU (PKPU) mengenai calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) termasuk capres dan cawapres tunggal pada Pemilu 2019 nanti.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengungkapkan, poin mengenai sapres – cawapres tunggal dimasukkan dalam PKPU sebagai langkah antisipasi jika benar terjadi terjadi kondisi capres-cawapres tunggal.
“Kami sedang rumuskan dalam PKPU soal capres-cawapres untuk Pemilu 2019 sedang kami rumuskan. Dalam PKPU itu ada poin antisipasi jika kondisinya capres-cawapres tunggal, ” kata Wahyu kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Meskipun, lanjut Wahyu, di dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 sudah mengantisipasi apabila kondisi capres tunggal terjadi. Karena itu, dalam PKPU nanti ada solusi dan berdasarkan analogi sama dengan di pilkada. “Antisipasinya jika kemudian ada calon tunggal kami berupaya menunda tahapannya,” jelas Wahyu.
Penundaan itu sendiri dimaksudkan agar capres-cawapres tidak jadi tunggal. “Jadi penundaan itu upaya dari KPU supaya calon tidak tunggal. Selanjutnya, ada sosialisasi lagi,” imbuhnya.
Sebelumnya, KPU didesak untuk membuat regulasi untuk mengantisipasi calon tunggal di Pilpres 2019 mendatang. Sebab, potensi calon tunggal sudah terbuka lebar dan tidak demokratis.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, KPU seharusnya sudah mengetahui bahwa semangat dalam pilpres yang demokratis adalah berpihak pada kompetisi antar paslon.
Titi menilai capres tunggal hanya akan merugikan parpol. Sebab, masyarakat akan menjadi skeptis terhadap pelaksanaan pemilu. ”Jika hanya ada calon tunggal, maka parpol akan dirugikan, karena memicu skeptisme masyarakat yang akhirnya menurunnya angka partisipasi pemilih sehingga bisa berakibat rendahnya legitimasi,” tandas Titi.
Karena itu, KPU didesak untuk menyusun peraturan teknis untuk mengatasi potensi adanya capres-cawapres tunggal dalam Pilpres nanti. ”Kami menilai KPU masih sangat mungkin menyusun PKPU, meski dalam hal itu, UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 sudah mengupayakan secara maksimal agar jangan sampai ada capres-cawapres tunggal,” jelas Titi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/3/2018).
Titi memaparkan, dalam pasal 235 ayat 6 UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 menyebutkan, jika dalam hal sampai dengan setelah perpanjangan masih tetap ada satu paslon capres-cawapres yang mendaftar, maka tahapan pemilu dilaksanakan sesuai peraturan perundangan.
Artinya, pada pasal 235 ayat 6 itu memang memungkinkan adanya calon tunggal. Namun, bahasanya tidak ada di dalam UU tersebut. Maka teknis tersebut harus diatur oleh KPU di dalam PKPU. [ ]