Home / Top News

Kamis, 2 Februari 2017 - 19:24 WIB

Menkumham Minta Ahok Klarifikasi Dugaan Penyadapan Telepon SBY

JAKARTA, NasionalPos – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta tim kuasa hukum terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk mengklarifikasi dugaan penyadapan pembicaraan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan dengan Rais Am Syuriah (Dewan Penasihat) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Ketua Majeslis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin.

Yasonna menegaskan pemerintah tidak melakukan penyadapan telepon SBY.

“Saya tegaskan, pemerintah dijamin tidak akan mau melakukan intervensi seperti penyadapan itu,” kata Yasonna, Kamis (2/2/2017).

Karena itu, Yasona meminta dugaan penyadapan yang diungkapkan SBY harus diklarifikasi oleh tim kuasa hukum Ahok. Karena, wewenang melakukan penyadapan hanya boleh dilakukan oleh institusi penegak hokum dalam menjalankan tugasnya, seperti kepolisian, kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Makanya, pengacaranya perlu ditanya, kan justru diberitakan di media sebelumnya mungkin itu yang dikutip pengacaranya,” jelas Yasonna.

Baca Juga  Pemerintah Perlu Bentuk Pansus Jasa Transportasi Online

Seperti diberitakan, kuasa hukum Ahok mengajukan sejumlah pertanyaan kepada KH. Ma’ruf Amin (Ketua MUI) sebagai saksi. Kuasa Hukum Ahok menanyakan hubungan Ma’ruf dengan SBY.

Humphrey Djemat, kuasa hukum Ahok, menanyakan soal pertemuan Ma’ruf dengan pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni di kantor PB NU pada 7 Oktober 2016.

Ma’ruf pun tak menyangkal pertemuan itu. Namun dia membantah bila disebut memberi dukungan. Ma’ruf yang menjabat sebagai Rais Aam PBNU, menyatakan NU tidak mendukung salah satu calon.

Tak sampai disitu, Humphrey kembali menanyakan adanya percakapan Ma’ruf dengan SBY melalui telepon, tepat sehari sebelum pertemuan itu.

Humphrey lantas meminta penjelasan pada Ma’ruf soal adanya permintaan SBY agar menerima kunjungan anaknya, Agus, di kantor PBNU dan meminta agar dibuatkan fatwa mengenai penistaan agama. Namun, Ma’ruf membantahnya.

Sementara, SBY dalam konferensi pers di Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu (2/1/2017) mengatakan, penyadapan pembicaraannya dengan Ma’ruf Amin atau percakapan dengan pihak manapun tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan undang-undang, berarti ilegal.

Baca Juga  Pembunuhan Laskar FPI, Terdakwa Mengaku Tak Tahu Siapa Tarik Pelatuk

Untuk itu, SBY berharap penegak hukum untuk mengusutnya. Karena, semua yang diutarakan dalam persidangan memiliki keabsahan dan kekuatan hukum.

SBY mengatakan, persoalan isu penyadapan terhadap dirinya bukan merupakan delik aduan, pihak berwenang tidak perlu menerima pengaduan dari dirinya untuk bisa melakukan pengusutan karena ketentuan penyadapan sudah dijelaskan dalam perundang-undangan.

“Antara yakin dan tidak yakin saya disadap. Kalau betul disadap, ada Undang-Undang ITE, di Pasal 31 disebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan penyadapan, dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp 800 juta,” terangnya. (boi)

 

Share :

Baca Juga

Headline

Jokowi Utus Erick ke Arab dan Cina Cari Vaksin Covid-19

Headline

Biden Sebut Jakarta Akan Tenggelam, Ini Pendapat IA ITB

Ekonomi

Kadin Jakarta Pusat Gelar Santunan Anak Yatim dan Doa Bersama

Headline

Pasca Imunisasi, 20 Persen Relawan Uji Vaksin Sinovac di Bandung Demam

Headline

Update Data Corona (27/11/2020) Jumlah Pasien Positif 522.581 Orang dan Meninggal 16.521 Orang

Headline

BPK : Kerugian Negara Sementara Kasus Jiwasraya Rp16,9 Triliun

Headline

Mantan Sekretaris MA dan Menantunya Divois 6 Tahun, JPU KPK Banding

Headline

Din Syamsuddin Paparkan Tiga Syarat Pemakzulan Pemimpin