Nasionalpos.com, Jakarta – Praktisi pariwisata Pontjo Sutowo menilai Indonesia sebagai negara maritim semestinya bisa memaksimalkan potensi devisa dari sektor wisata bahari.
“Kalau misalnya sekarang negara ini bisa menghasilkan sekitar $US 1 miliar setahun, maka semestinya bisa sampai $US 30 miliar. Itu baru dari wisata bahari saja dan belum yang lain,” ujar Pontjo saat berbincang dengan Nasionalpos.com di kantornya The Sultan Hotel & Residence Jakarta, Senin (12/2/2018).
Pontjo mencontohkan daerah Maluku Utara yang sebenarnya sangat potensial mendongkrak devisa negara hingga puluhan miliar dollar AS pertahun. Karena, Maluku Utara terdapat banyak pulau menarik yang bisa dituju para wisatawan lokal maupun manca negara.
Salah satu pulau yang sudah dideklarasikan sebagai destinasi wisata di Maluku Utara adalah Morotai. Sayangnya, deklarasi bertajuk Sail Morotai hanya sebatas seremonial tanpa ada kelanjutan.
“Setelah Sail Morotai kan tidak ada kelanjutannya. Di Maluku Utara itu banyak pulau yang bisa jadi tujuan para turis dari Eropa. Coba dibangun marina sederhana yang biaya untuk membangunnya paling hanya Rp 20 miliar, tapi bisa menghasilkan devisa sampai Rp 30 miliar pertahun. Kalau dibangun ratusan marina kan bisa ratusan miliar bahkan triliunan rupiah pertahun. Setiap turis itu bisa menghabiskan dananya $US 1000 perhari, kalau ada ribuan turis yang datang kan itu jumlah devisa yang signifikan,” paparnya.
Di sisi lain, Pontjo juga mengingatkan ada hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan sebuah daerah menjadi destinasi wisata. Yakni, karakter penduduk lokal.
Dia membandingkan daerah Bali yang tak pernah sepi pengunjung dibandingkan Lombok di Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari sisi keindahan alam, Lombok tidak kalah dengan Bali.
Tapi, faktanya wisatawan lebih memilih Bali. Karena, karakter penduduk bali yang relatif lebih terbuka menerima wisatawan. “Pariwisata itu ibarat dunia tarik suara. Meskipun lagunya sama, tapi kalau penyanyi yang membawakan lagu itu menarik pasti disukai masyarakat. Sebaliknya, kalau lagu yang sama dibawakan penyanyi yang kurang menarik, maka bisa jadi kurang diminati masyarakat. Ini yang harus diperhatikan dan bisnis pariwisata itu persaingannya ketat karena semua negara memiliki destinasi, masalahnya mampukah negara bersangkutan mengemas dan memasarkannya,” pungkasnya. ()