Dibalik Bencana Kebakaran Depo Plumpang, Antara Kepentingan Bisnis, Politik & Kemanusiaan?

- Editor

Selasa, 14 Maret 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

NasionalPos.com, Jakarta- Sedikitnya 19 korban tewas, puluhan luka-luka, dan ratusan warga mengungsi karena kediaman mereka di sekitar Jalan Tanah Merah Bawah RT 12 RW 09, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, ludes dilalap api. Penyebab kebakaran diduga ialah gangguan teknis saat pengisian bahan bakar pertamax sehingga menimbulkan tekanan berlebih yang mengakibatkan depo terbakar.

Tentunya ikut prihatin dan menyatakan belasungkawa yang sebesar-besarnya atas jatuhnya korban jiwa dari kebakaran tersebut. Namun, rasa prihatin dan duka mendalam saja tidak cukup dalam menyikapi peristiwa yang memilukan itu. Kebakaran itu mestinya sudah bisa diantisipasi PT Pertamina (persero). Pasalnya, kebakaran di Depo Plumpang bukan kali pertama. Pada 2009, Depo Plumpang pernah mengalami kebakaran. Saat itu satu petugas keamanan Pertamina tewas.

Dua hal yang harus diperbaiki dari insiden kebakaran Depo Plumpang pada Jumat malam itu. Pertama, mengevaluasi sekaligus menginvestigasi kenapa peristiwa kebakaran itu terjadi, apakah ada technical error, human error, atau faktor alam karena sambaran petir, misalnya. Baik technical error apalagi human error harus diungkap ke publik siapa yang harus bertanggung jawab atas kebakaran tersebut. Tim investigasi kebakaran harus bekerja secara independen, akuntabel, dan transparan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebuah pertanyaan, akankah terjadi lagi pada Depo-depo lainnya pasca ledakan dan terbakarnya Depo Pertamina Plumpang yang terdampak 740 warga sekitar Depo Plumpang itu? Pertanyaan ini layak kita lontarkan sejalan dengan fakta ledakan Depo Petamina di sejumlah lokasi. Setelah Ahok menjabat Komisaris Utama (Komut) Pertamina per November 2019, April 2020, Depo Pertamina Cepu meledak. Setahun kemudian, tepatnya Maret 2021, Depo Balongan juga meledak.

Cukup dahsyat. Tiga dan empat bulan kemudian (tepatnya Juni dan November) dalam tahun 2021, Depo Cilacap juga meledak. Maret dan Mei 2022, Depo Pertamina Balikpapan meledak. Dan 3 Maret lalu, meledak juga di Depo Plumpang – Jakarta Utara, sebuah depo distributor BBM untuk wilayah Jabodetabek.

Baca Juga :   Diprediksi Sebagian Besar Warga Jakarta Pilih Anies Baswedan Diungkap Hasil Survey Indikator Politik

Dalam tiga tahun terakhir, sejumlah fasilitas milik Pertamina terbakar, yakni kilang minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat, pada 2021, kilang minyak Cilacap, Jawa Tengah, terbakar dua kali pada 2021, kilang minyak Balikpapan terbakar dua kali pada 2022. Serangkaian insiden kebakaran pada objek vital nasional itu jangan lagi terulang atau setidaknya diminimalkan karena menimbulkan kerugian yang tak sedikit, baik materiel maupun korban jiwa.

Terkait dengan kebakaran Depo Plumpang, perbaikan yang harus dilakukan ialah pembuatan zona penyangga antara depo dan permukiman warga, terutama di sisi utara. Bahkan, tembok rumah warga menempel dengan tembok pembatas depo. Pembuatan kawasan buffer zone sempat menjadi isu hangat pasca kebakaran Depo Plumpang pada 2009 silam. Namun, isu tersebut tak ada juntrungannya hingga Depo Plumpang terbakar lagi, pembuatan kawasan penyangga sangat penting dilakukan sekaligus merelokasi ribuan warga yang diduga mendiami secara ilegal lahan milik Pertamina.

Merelokasi warga ialah pilihan yang paling realistis ketimbang merelokasi depo yang berdiri sejak 1972. Merelokasi depo tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar. Namun demikian, merelokasi warga Tanah Merah juga pilihan yang sulit karena rawan dipolitisasi menjelang Pemilu 2024. Alhasil, hanya keberanian politik pemerintahlah yang akan bisa merelokasi warga yang tinggal di lahan yang bukan milik mereka itu.

Tapi, terjadinya beberapa kali ledakan itu juga menggambarkan tiadanya review pasca peristiwa. Hal ini mengundang tanya lebih lanjut, apakah sengaja dibiarkan? Jika arahnya ke sana, Lalu, apa tujuan di balik pembiarannya? Merancang alih penguasaan Pertamina dari BUMN ke privatisasi?

Kini, muncul pertanyaan, salahkah privatisasi Pertamina? Untuk menjawabnya, terdapat dua pandangan yang sangat kontras bedanya. Dalam perspektif bisnis, privatisasi Pertamina sangat ditunggu kalangan investor. Why? Ya, sektor BBM sangat prospektif. Sebagai ilustrasi faktual, menurut catatan Handbook of Energy and Economics Statistic of Indonesia 2021, jumlah konsumsi BBM Indonesia mencapai 430 juta kiloliter per tahun, sedangkan tingkat produksinya hanya 240,37 juta kiloliter per tahun, maka, secara simplistis, dapat mencatat, peluang bisnis di sektor BBM sungguh fantastik, mencermati sejumlah ledakan dan kebakaran Depo-depo Pertamina, apakah memang dalam kerangka menciptakan rekayasa bisnis dan investasi? sekali lagi, dalam perspektif bisnis, menciptakan peluang bisnis dan investasi yang dinilai wajar.

Baca Juga :   Peresmian Gedung K-9 Polda Metro Jaya Di Apresiasi Pj Gubernur DKI Jakarta

Dari sinilah muncul praduga: depo Pertamina mana lagi yang siap diledakkan dan atau dibakar. Namun, bagaimana dari pandangan kepentingan nasional yang jelas-jelas punya landasan konstitusi?, dalam perspektif nasionalisme dan atau konstitusi, rekayasa bisnis seputar BBM dalam sejuta manuver tidak dibenarkan. Secara ekstrim, dugaan rekayasa itu menabrak konstitusi. Landasannya? BBM merupakan kebutuhan pokok bagi setiap warga negara. Di sisi lain, seluruh kekayaan yang ada di dalam perut bumi dan yang ada di atasnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 UUD 1945).

Terlepas dari adanya dugaan rekayasa bisnis BBM yang bisa menguntungkan pihak-pihak tertentu, atau boleh dikatakan menguntungkan pihak swasta dan bahkan juga pihak asing yang juga tertarik berinvestasi di sector BBM tersebut, akan tetapi jika mengacu pada pandangan mengenai Pancasila & UUD 1945,,

Maka sudah sepatutnya kepentingan kemanusiaan lah, yang berada di atas kepentingan bisnis, maupun kepentingan politik, serta tentunya pertimbangan kemanusiaan harus menjadi prioritas dalam pengelolaan bisnis BBM, bukan hanya memprioritaskan keselamatan bagi masyarakat yang berada di lokasi Depo Pertamina dimanapun berada, melainkan bahkan menghindarkan masyarakat dari bencana pengelolaan bisnis BBM yang hanya memikirkan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya bagi kepentingan kekuasaan maupun kepentingan pembisnis domestik atau asing, bukan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Berita Terkait

Resolusi DK PBB untuk Gaza Di dukung Komisi I DPR RI
Kecepatan Surut Bukan Indikator Kesuksesan Penanganan Banjir
Pemprov DKI Buka Posko Konsultasi dan Pengaduan THR
Di Sidang Perdana PHPU 2024 DI MK, Anies Sebut Demokrasi Dalam Ancaman
Sidang Perdana Sengketa Pilpres di MK Bakal Dihadiri Abah Anies & Cak Imin
Anis Byarwati: Rasio Pajak Melempem Akibatkan Utang Kian Menumpuk
Satpol PP Provinsi DKI Jakarta Jadi Pengumpul ZIS Terbanyak Tahun 2024
Pemerintah Diminta Evaluasi Wacana Berakhirnya Insentif HGBT 7 Industri
Berita ini 84 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 27 Maret 2024 - 21:12 WIB

Resolusi DK PBB untuk Gaza Di dukung Komisi I DPR RI

Rabu, 27 Maret 2024 - 20:32 WIB

Kecepatan Surut Bukan Indikator Kesuksesan Penanganan Banjir

Rabu, 27 Maret 2024 - 20:17 WIB

Pemprov DKI Buka Posko Konsultasi dan Pengaduan THR

Rabu, 27 Maret 2024 - 11:24 WIB

Di Sidang Perdana PHPU 2024 DI MK, Anies Sebut Demokrasi Dalam Ancaman

Selasa, 26 Maret 2024 - 20:26 WIB

Anis Byarwati: Rasio Pajak Melempem Akibatkan Utang Kian Menumpuk

Selasa, 26 Maret 2024 - 20:11 WIB

Satpol PP Provinsi DKI Jakarta Jadi Pengumpul ZIS Terbanyak Tahun 2024

Senin, 25 Maret 2024 - 14:16 WIB

Pemerintah Diminta Evaluasi Wacana Berakhirnya Insentif HGBT 7 Industri

Senin, 25 Maret 2024 - 14:05 WIB

Sembilan Orang Hilang Pada Peristiwa Banjir Bandang dan Longsor di Bandung Barat

Berita Terbaru

Headline

Resolusi DK PBB untuk Gaza Di dukung Komisi I DPR RI

Rabu, 27 Mar 2024 - 21:12 WIB

Ekonomi

Pemprov DKI Buka Posko Konsultasi dan Pengaduan THR

Rabu, 27 Mar 2024 - 20:17 WIB