NasionalPos.com, Jakarta– Resesi ekonomi adalah momok bagi semua negara di dunia. Fenomena ini mempengaruhi sektor pajak, investasi, bahkan kualitas hidup masyarakat. Perekonomian global belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. Kini, IMF dan Bank Dunia malah mewanti-wanti adanya ancaman resesi, yang bukan hanya bakal mengancam negara-negara maju, tapi juga bakal negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Dampak resesi ekonomi Makro maupun mikro, yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2023 mendatang, tidak hanya menjadi ancaman serius bagi suatu negara, melainkan juga akan mengancam kehidupan masyarakat perkotaan maupun pedesaan, tak terkecuali ancaman resesi akan melanda kehidupan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta, karena itu perlu ada langkah antisipasi melalui penerapan politik anggaran dalam menentukan skala prioritas dalam APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2023 mendatang, demikian disampaikan Dedy Iskandar, SE, MH Ketua Matra Jakarta saat dihubungi wartawan, Sabtu, 19/11/2022 di Jakarta.
“Berbekal pengalaman saat diterpa pandemi COVID-19, selama kurun waktu 2 tahun sektor perekonomian mengalami stagnasi yang berimbas pada masalah penghidupan dan sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat, yang turun drastis, sehingga saat itu postur APBD DKI Jakarta focus pada bagaimana mempertahankan berputarnya roda perekonomian masyarakat”ungkap Dedy Iskandar, SE, MH.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itulah, lanjut Dedy Iskandar, masalah ancaman resesi ekonomi dunia beserta dampaknya tidak bisa dipandang remeh atau pasrah begitu saja, bahkan mendiamkannya, melainkan harus diantisipasi melalui perumusan bersama antara PJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta dengan DPRD Provinsi DKI Jakarta, dalam penyusunan skala prioritas APBD 2023, misalnya skala prioritas menjaga ketahanan pangan di Jakarta sebagai salah satu prioritas dalam postur APBD Tahun Anggaran 2023, Selain ketahanan pangan juga diperlukan membuka maupun mempermudah akses permodalan dan pelatihan UMKM agar masyarakat korban PHK atau serabutan bisa mendapatkan peluang usaha dan lapangan pekerjaan.
Sebab, lanjut Dedy, warga tetap membutuhkan pangan dalam keseharian. Oleh karena itu, perlu upaya antisipasi yang dipersiapkan sejak saat ini, terutama penyediaan bahan pokok yang menjadi tugas dan fungsi BUMD DKI yakni PT Food Station Tjipinang Jaya yang memiliki pengalaman penyediaan bansos kebutuhan pokok bagi warga saat terjadi pandemi COVID-19 lalu, bukan hanya disektor pangan saja yang mesti disiapkan, tapi juga perlu memberdayakan sector UMKM, sector jasa transportasi & Logistik, serta yang tidak boleh dilupakan adalah sector ekonomi kreatif, salah satunya melalui pemberdayaan pemanfaatan teknologi digital.
“Jika terjadi resesi, maka Provinsi DKI Jakarta sudah memiliki buffer bukan hanya di sektor ketahanan pangan melainkan juga dari sector-sektor strategis yang bisa mempertahankan perputaran ekonomi mikro, serta bisa menggerakan ekonomi masyarakat sehingga tidak memperburuk efek resesi ekonomi”tukas Dedy.
Dedy juga mengingatkan merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia, indikator ekonomi Indonesia seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, transaksi berjalan, neraca pembayaran Indonesia (NPI), hingga ekspor impor masih sangat baik. Namun, nilai tukar terus melemah dan menunjukkan kinerja yang buruk, karena itu diperlukan langkah antisipasi, misalnya dengan memperkuat daya beli, resesi ekonomi bisa diatasi dengan membuat kebijakan dan proyek-proyek strategis untuk membangun iklim investasi agar investor tertarik menanamkan modal di Provinsi DKI Jakarta, melalui pemberdayaan potensi yang dimiliki Jakarta sebagai Kota Jasa dan Perdagangan, diantaranya potensi pariwisata, ekonomi kreatif, potensi jasa perdagangan dsb.
Selain itu, Dedy juga menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta dapat mengoptimalkan peran investasi dalam pemulihan ekonomi dengan rekonstruksi investasi padat karya serta bermitra dengan para pelaku bisnis, termasuk UMKM. Bisa dikatakan, fokus Pemprov bukan hanya mengantispasi dampak terjadinya resesi, namun juga memastikan roda perekonomian tetap bergerak dinamis juga dalam rangka mempersiapkan diri sebagai wilayah Provinsi yang tidak lagi menyandang status Ibukota negara melalui kuatnya pondasi investasi, dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif, kredibel, akuntabel, pelayanan publik yang prima serta kepastian hukum sebagai prasyarat masuk, tumbuh dan berkembangnya investasi.
“Karena itu Kami juga sangat berharap agar perumusan dan penggunaan APBD 2023 tepat sasaran, efisien, ramping, dan tentunya dengan menetapkan skala prioritas untuk kepentingan Ketahanan Hajat Hidup Masyarakat dalam mengantisipasi dampak resesi dan juga mempersiapkan diri sebagai Provinsi yang tidak lagi berstatus sebagai Ibukota negara”pungkas Dedy (*dit)