NasionalPos.com, Surabaya-Penguasaan/pemilikan tanah di Surabaya ditandai fenomena unik tanah surat ijo, yakni permukiman sebagian warga kota di atas tanah negara. Memasuki era Reformasi (1999) sebagian besar warga penghuni tidak lagi patuh pada peraturan yang berlaku,
Bahkan, timbul solidaritas komunitas warga pemukim tanah surat ijo yang kemudian membentuk organisasi massa melakukan upaya untuk memperoleh hak milik atas tanahnya. Tak pelak, terjadilah konflik sosial antara keduanya. Berbagai upaya resolusi telah dilakukan mulai mediasi hingga di meja peradilan.
Konflik warga dengan Pemkot Surabaya, soal surat ijo, nampaknya tak pernah kunjung surut, kedua belah pihak saling bersitegang dengan argumentasinya masing-masing, pihak warga punya argumentasi penolakan terhadap kebijakan Pemkot Surabaya terhadap terbitnya Surat Ijo,
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perjuangan itu selalu berhenti dengan kemenangan pemkot. Tapi tidak demikian kenyataannya, pada tanggal 28 September 2010. Mahkamah Agung mengabulkan gugatan warga atas tanah seluas 296.662 meter persegi, demikian disampaikan Saleh Alhasni Ketua Umum FORUM ANALISIS SURABAYA kepada wartawan, Jumaat, 7 Juli 2023 di Surabaya.
“Alas hak tanah yang diakui sebagai aset pemkot di Gubeng itu dianggap cacat hukum. Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga diminta mencabut SK nomor 53 Tahun 1997 atas nama Pemkot Surabaya, karena itu warga menempuh ke jalur hukum, “ungkap Saleh Alhasni
Menurut Saleh Alhasni, Gugatan itu dilakukan warga Baratajaya, Kecamatan Gubeng pada 29 Juli 2008 ke Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam persidangan, gugatan warga ditolak. Alasannya, tanah tersebut sudah berstatus HPL atas nama Pemkot Surabaya yang dicatat BPN pada 8 April 1997, padahal Tanah tersebut adalah tanah negara bekas eigendom verponding gemeente No. 5853 dan 1304. Dengan dasar itu pemkot memenangkan persidangan. Warga tidak punya alas hak. Sebab, tak ada yang bisa mensertifikatkan tanah yang mereka tempati puluhan tahun itu.
“Tapi kami tak menyerah. Kemudian Gugatan dialihkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 27 Juli 2009. Pemkot menang lagi. Warga mengambil langkah gugatan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Kalah lagi, kami terus berjuang.”tukas Saleh.
Kemudian, lanjut Saleh, Pada 5 Januari 2010 perjuangan dilanjutkan ke Mahkamah Agung (MA). Kali ini hakim MA mengabulkan gugatan warga. Inilah kemenangan satu-satunya warga surat ijo di meja hijau, Warga menyambut bahagia. Namun pemkot mengambil langkah hukum terakhir dengan mengajukan peninjauan kembali (PK). Kali ini pemkot yang menang, namun persoalannya tak berhenti di situ, pihaknya bersama warga terus berjuang, dan proses perjuangan di meja peradilan, membuahkan hasil yakni Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemkot Surabaya, di tolak oleh Mahkamah Agung.
“Alhamdulilah, pada tahun 2021, Mahkamah Agung menolak pengajuan Peninjauan Kembali oleh Pemkot Surabaya, itu artinya Pemkot Surabaya harus melaksanakan putusan Mahkamah Agung, karena putusan tersebut sudah Incraht.”tukas Saleh.
Tapi anehnya, sambung Saleh, Pemkot Surabaya malah membuat Peraturan Daerah, APH dan kebijakan lainnya yang justru menafikan, tidak mempedulikan dan bahkan menentang keputusan Mahkamah Agung yang sudah incrah tersebut, Justru perda itu menambah rumit hubungan pemkot dengan warga. Sebab warga yang ingin membeli rumahnya harus membayar dengan harga appraisal sesuai harga jual di sekitarnya, selain itu sudah semestinya warga korban surat ijo bersama sama fasis berhak mengurus SHM ke BPN bukan yang lainnya, namun realitasnya, hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh warga, warga korban surat ijo tetap tidak bisa mengurus Sertifikat Hak Milik ke BPN Kota Surabaya, sehingga hal ini membuat permasalahan surat ijo, semakin di perkeruh dan diperuncing dengan sikap arogansi Pemkot Surabaya, serta bahkan sikap tersebut di duga menyebunyikan tindak pidana korupsi bernilai trilyunan rupiah, dari hasil restribusi Surat Ijo dan berbagai perilaku korup yang menyengsarakan rakyat Surabaya korban Surat Ijo.
“Karena itu, kami telah bersurat ke KPK untuk mendesak KPK, agar segera membentuk team audit investigasi sebagai langkah konkrit untuk membongkar dugaan Mega Korupsi di Tubuh Pemkot Surabaya, yang terkait erat dengan permasalahan Surat Ijo tersebut, Ayo KPK, Kami tunggu Keberpihakanmu terhadap rakyat korban dugaan Mega Korupsi oleh Rezim Pemkot Surabaya.”Pungkas Soleh. (Yos)