Pessel , Nasionalpos.com -– Dugaan praktik mark-up anggaran dalam pengadaan ayam untuk program ketahanan pangan desa kembali mencuat di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat. Program ini didanai dari Dana Desa (DD) dan diperuntukkan bagi masyarakat nagari guna memperkuat ketahanan pangan keluarga.
Kasus ini menyeret seorang tenaga honorer di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pessel berinisial R, yang disebut-sebut menjadi perantara dalam pengadaan ayam bagi sejumlah nagari. R diduga turut menentukan harga dan spesifikasi ayam yang dibeli.
Indikasi mark-up terungkap setelah investigasi lapangan menemukan perbedaan mencolok antara harga ayam yang dianggaran dengan harga pasaran. Selain itu, spesifikasi ayam juga dipertanyakan, karena tidak dijelaskan secara jelas apakah ayam tersebut merupakan jenis petelur atau pedaging. Kemudian besar ayam yang dibagikan bervariasi, ada yang besar ada yang kecil.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengadaan ayam ini dimulai sejak tahun anggaran, yakni 2022, 2023, dan 2024. Namun, penyaluran ayam justru dilakukan pada tahun anggaran berikutnya. Ayam yang diadakan pada 2022 disalurkan pada 2023, dan seterusnya hingga pengadaan 2024 disalurkan tahun 2025.
Dari pantauan dilapangan ayam untuk ketahanan pangan desa yang berikan kepada masyarakat yang penganggarannya tahun 2024 didatangkan pada 10 Mai 2025.

Ketidaksesuaian waktu penyaluran ini dinilai janggal oleh masyarakat, karena seharusnya bantuan dari program ketahanan pangan diterima sesuai tahun anggaran guna memenuhi kebutuhan pangan yang mendesak.
Salah seorang peternak ayam yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa untuk harga induk ayam itu berkisar sekitar Rp 40 rb sampai Rp 50 rb, sedangkan ayam diberikan ke masyarakat itu harganya berkisar sekitar 27 ribu sampai 35 per ekornya.
Kepala DPMD Pessel, Salman B, saat dikonfirmasi di kantornya menegaskan bahwa tindakan R dilakukan tanpa sepengetahuan dan di luar tanggung jawab dinas. Ia menyatakan bahwa pihak dinas tidak pernah memerintahkan R untuk melakukan distribusi ayam.
“Kami tidak pernah memerintahkan yang bersangkutan melakukan itu. Jika benar terjadi mark-up, itu dilakukan secara pribadi dan di luar kewenangan dinas,” ujar Salman.
Sementara itu, R saat dihubungi awak media melalui pesan WA ke nomor +628228806xxxx , Minggu 11 Mai 2025 belum memberikan tanggapan mengenai jumlah nagari, harga per ekor ayam, serta jenis ayam yang dikirim.
Pertanyaan mengenai spesifikasi ayam, waktu pengadaan, serta nilai anggaran per ekor atau per kilogram juga tidak dijawab oleh R hingga berita ini diterbitkan. Sikap bungkam ini memperkuat dugaan adanya praktik tidak transparan dalam pengadaan ayam.
Sejumlah warga di nagari penerima bantuan mengaku tidak mengetahui secara rinci pihak penyedia ayam maupun nilai anggarannya. Mereka hanya mendapat informasi bahwa bantuan tersebut berasal dari Dana Desa dan disalurkan oleh wali nagari.
Sekretaris LSM KPK Nusantara Doni Prima, S.H, mendesak agar kasus ini segera diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Ia menyebut bahwa dana publik harus diawasi dengan ketat agar tidak disalahgunakan oleh oknum.
“Kalau benar ada mark-up dan permainan harga, maka ini sudah masuk ke ranah pidana. Harus diusut tuntas oleh penegak hukum,” tegasnya.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari DPMD terhadap kegiatan yang melibatkan tenaga honorer. Menurutnya, pengawasan seharusnya dilakukan secara ketat, terlebih menyangkut distribusi bantuan langsung ke masyarakat.
Program ketahanan pangan desa merupakan program prioritas nasional yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi keluarga melalui sektor peternakan dan pertanian. Namun, jika program ini diselewengkan, maka tujuannya tidak akan tercapai.
Masyarakat berharap agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan dan melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh proses pengadaan ayam di nagari-nagari yang terlibat. Kejelasan dan keadilan diharapkan segera ditegakkan demi kepentingan publik. (Don)