Pengakuan UNESCO terhadap Indonesia sebagai super power di bidang budaya, yang di buktikan dengan adanya 17.000 pulau, 2400 kelompok etnis, dan 720 bahasa daerah Indonesia, tentunya fakta itu menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.
Potensi besar tersebut menjadi tugas bersama untuk membawa kemajuan dan kemartabatan Indonesia di mata dunia. Internasionalisasi budaya dan keindonesiaan menjadi penting untuk memperkuat diplomasi budaya Indonesia.
Kondisi inilah yang kemudian melatarbelakangi penyelenggaraan diskusi, Jumat 09 Mei 2025, di inisiasi sekali dan sekaligus di laksanakan oleh Yayasan Sanjeev Lentera Indonesia dan BEM FIB UI dengan tema: “Melestarikan dan Menginternasionalisasikan Warisan Budaya Nusantara untuk Perdamaian Dunia.”
Kegiatan ini merupakan upaya untuk membangun diskursus dan mengaktualisasikan potensi dan kekayaan budaya Indonesia.
Dalam diskusi ini, di hadiri pegiat budaya dan ahli Wariga dari Bali, Dewi Uma menjadi kesan tersendiri dengan kearifan lokal yang dia sajikan dalam penghitungan kalender kehidupan bernama Wariga.
Selain itu juga di hadiri Ali Akbar, Arkeolog UI yang menjadi salah satu panelis diskusi menguraikan Indonesia memiliki lintasan sejarah yang panjang, tetapi bukan sejarah biasa melainkan sejarah yang sudah beradab.
Pria yang menjadi periset situs Gunung Padang ini menjelaskan, “Sumbangsih Indonesia untuk perdamaian dunia salah satunya adalah budaya bahari yang terjadi sejak 40.000an tahun lalu.”
Lebih lanjut Dosen prodi Arkeologi UI ini memaparkan,
Bahwa Indonesia adalah bangsa yang sudah gemar menjelajah bukan gemar menjajah. Jadi ada budaya maritim dikenal di seluruh dunia, tetapi kita punya budaya bahari. Budaya bahari ini memiliki makna yang berbeda dengan budaya maritim. Maritim terkesan pada penaklukkan, penjajahan, dan dominasi. Tetapi bahari lebih ke perdamaian, ini memiliki kesan elok dan damai.
“Kita bisa menyumbang bahwa bangsa kita sejak lama sudah menjelajah tetapi misinya untuk perdamaian.”ucapnya
Sementara Ahli Wariga, Dewi Uma menjelaskan bahwa Wariga adalah penghitungan kalender yang dapat menjadi tuntunan hak manusia terhadap alam. Wariga adalah warisan leluhur Nusantara yang menerangkan hak manusia sebagai mikro kosmos terhadap makrokosmos.
“Hidup manusia sejatinya memiliki cetak biru seperti pergerakan alam semesta sendiri. Bagi yang peta jalannya akan lebih mudah untuk sampai dan dapat hidup di dunia dengan sebaik-baiknya. Wariga mengajak manusia bersahabat dengan alam lewat pengenalan ke dalam diri sendiri dengan penghitungan kalender tanggal, hari, bulan, dan jam lahir.”kata Dewi Uma
Menurut Dewi Uma, Perihal nilai-nilai universal yang terkandung dalam Wariga, pasalnya semua mahkluk di bawah naungan matahari dan alam semesta.
“Pesan Wariga adalah agar manusia dapat hidup harmoni dan damai.”tegas Dewi
Sementara itu bapak Ahmad Fahrurodji yang merupakan Dosen FIB UI menaruh perhatian terhadap Indonesia Emas 2045. kebudayaan menjadi sektor kunci dalam mewujudkan visi besar Indonesia 2045.
“Indonesia Emas 2045 takkan bisa tanpa menjadikan budaya sebagai the leading faktor.” Pungkas bapak Ahmad Fahrurodji.