NasionalPos.com, Jakarta- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menetapkan Ketua MK Anwar Usman melanggar etik dalam pengambilan putusan Nomor 90/PPU/XXI/2023 tentang batas usia usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Ketetapan itu dibacakan dalam Ketua MKMK Jimly Asshidique di ruang sidang MK, Selasa 7/11/2023 kemaren .
Dalam putusannya MKMK menetapkan Anwar Usman melanggar etik berat. Anwar dinilai telah melanggar perilaku hakim seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi yang telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2020. Anwar juga disebut melanggar peraturan MK nomor 1 tahun 2023 tentang majelis kehormatan mahkamah konstitusi.
Menanggapi keputusan MKMK tersebut, kepada wartawan yang menghubunginya, Andi Darwin Ranreng, SH, MH praktisi hukum mengatakan bahwa dari pengamatannya putusan MKMK terkesan setengah-setengah dan terkesan tidak tegas, sebab seharusnya bukan hanya Anwar Usman saja yang diberikan sanksi pelanggaran etik, melainkan semua hakim konstitusi yang terlibat dalam memutuskan putusan no.90 tersebut, juga harus diberi sanksi yang sama dengan sanksi yang diberikan ke Anwar Usman.
“ ya, karena hakim konstitusi yang lainnya, juga melakukan pelanggaran kode etik, sehingga mengakibatkan hilangnya Marwah Mahkamah Konstitusi, dan bahkan menimbulkan turunnya kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi.”ungkap Andi Darwin Ranreng SH, MH yang juga pengacara publik kepada awak media, Kamis, 9/11/2023 di Jakarta.
Menurut Andi, selain itu dari 5 butir amar putusan MKMK, nampaknya sangat tidak menyentuh esensi persoalan dan sama sekali tidak menjawab ekspektasi publik, bahkan tidak terpenuhinya rasa keadilan publik dipandang dari aspek yuridis, filosofis, etik dan moral,
Alasannya karena MKMK tegas menyatakan hakim terlapor (Ketua MK Anwar Usman) maupun hakim konstitusi lainnya terbukti melakukan pelanggaran berat maupun ringan, akan tetapi MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Anwar Usman sesuai ketentuan pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi,
“Putusan MKMK terkesan terlihat aroma kompromi, aroma intervensi kekuasaan untuk menyelamatkan muka hakim terlapor. Padahal, MKMK seharusnya mengedepankan upaya menyelamatkan muka MK, menyelamatkan marwah dan keluhuran martabat MK ketimbang muka hakim terlapor yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat, maupun nampak menyelamatkan muka Hakim Konstitusi lainnya yang juga terbukti melakukan pelanggaran kode etik, yang secara bersama-sama melahirkan putusan no. 90 yang kontroversial tersebut.”tukas Andi.
Meskipun, lanjut Andi, para Hakim Konstitusi tersebut tidak dikenakan sanksi pengunduran diri, tidak berarti menyelesaikan persoalan di internal MK, melainkan justru kondisi tersebut akan memicu adanya ancaman disharmonisasi dalam tubuh MK, sehingga hakim konstitusi yang ada sekarang ini, terutama mantan Ketua MK Anwar Usman dikhawatirkan akan menjalankan peran-peran non yustisial secara lebih leluasa tanpa beban dan ini tentu jadi ancaman serius atau bom waktu bagi MK ke depan.
“Selain itu, ketika Ketua MK terpilih yang menggantikan Anwar Usman sudah semestinya sesuai aturan administrasi negara, Hakim Konstitusi yang terpilih sebagai ketua MK tersebut harus di lantik oleh Presiden Jokowi, jika tidak dilantik oleh Presiden Jokowi, maka Hakim Konstitusi yang terpilih tersebut dianggap tidak legitimate, implikasinya jelas akan mengganggu kinerja kelembagaan Mahkamah Konstitusi, dengan kata lain, implikasi putusan MKMK tersebut masih menyisahkan persoalan di tubuh MK.”pungkas Andi Darwin Rangreng, SH, MH.