NasionalPos.com,Jakarta – Selama ini, pengurangan emisi dalam Nationally Determined Contributions (NDC) dikaitkan dengan hutan yang memiliki fungsi menyerap karbon di udara. Namun, kita juga perlu melihat adanya potensi emitan karbon lain yang mampu menyerap karbon setara atau bahkan lebih besar dari hutan daratan.
Ekosistem pesisir diidentifikasi mampu mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan dibanding hutan daratan. Ekosistem pesisir meliputi hutan mangrove, rawa payau, dan padang lamun, menjadi faktor penting yang diidentifikasi sebagai upaya mitigasi perubahan iklim.
“Kita terus berupaya untuk semakin memperkuat bagaimana kontribusi Indonesia di dalam penurunan emisi karbon. KLHK sudah menyiapkan langkah-langkah operasional kaitan dengan forest dan daratan melalui FoLU Net Sink 2030. Ada yang jauh lebih potensial dan sangat penting yaitu dari sektor pesisir dan ekosistem kelautan,” kata Menteri Siti Nurbaya pada Acara Workshop “Blue Carbon dan Pencapaian Target NDC”, yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (18/4/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Blue carbon atau karbon biru merupakan karbon yang diserap dan disimpan pada ekosistem pesisir dan laut, seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan rawa payau. Pengembangan blue carbon (karbon biru) sangat penting dan potensial di Indonesia, khususnya ekosistem mangrove. Menjaga dan memperbaiki ekosistem mangrove merupakan suatu cara ampuh untuk menjaga ekosistem kelautan Indonesia sekaligus membuat penangkap karbon yang baik.
“Pemerintah selama ini sudah menanam mangrove dari tahun 2010 sampai 2019 itu 45 ribu hektar lebih, dan selama tahun 2020 kita sudah menanam 39.970 hektar. Jadi kita sudah menanam lebih dari 80 ribu hektar. Seperti arahan Bapak Presiden, akan dilakukan penanaman sampai 600 ribu hektar lebih,” terang Menteri Siti.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyampaikan kondisi saat ini dihadapkan pada satu sisi dimana ekologi harus dijaga, tetapi di sisi lain ekonomi juga harus tumbuh dan berkembang, karena desakan pertumbuhan manusia yang terus meningkat. Oleh karenanya, dia menyatakan KLHK dan KKP saling mendukung untuk bersama-sama menjaga ekosistem alam, khususnya ekosistem kelautan.
“Kami bersama-sama Kementerian LHK, melalui workshop ini salah satunya, membuat terobosan-terobosan untuk menjaga lingkungan laut yang diyakini lebih besar dalam penyerapan emisi karbon,” ujarnya.
Sejumlah strategi pun dia paparkan diantaranya berupa penguatan ekosistem blue carbon dengan memperluas dan menjaga secara ketat kawasan konservasi mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Selanjutnya, perlu adanya penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan, serta penataan pemanfaatan ruang laut dan pulau-pulau kecil yang mengutamakan perlindungan ekosistem.
Workshop mengenai Blue Carbon dan Pencapaian Target NDC ini digelar secara series setiap bulannya hingga Juni mendatang, dengan menghadirkan para pakar, pemangku wilayah dan kebijakan.
Pada workshop seri pertama, dilakukan dialog yang dibagi menjadi dua sesi. Sesi 1 dengan tema “Blue Carbon, Perspektif Potensi NDC dan Ambisi Iklim” menghadirkan narasumber Kepala BRGM Hartono, Dirjen PPI Laksmi Dhewanthi, Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Ditjen PHL Drasospolino, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaf Manopo, dan Peneliti Ahli Utama BSI LHK Haruni Krisnawati. Kemudian sesi 2 dengan tema “Strategi Pengembangan Blue Carbon untuk Pembangunan Blue Economy dan Pencapaian Target NDC” menghadirkan narasumber Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM Satyawan Pudyatmoko, Direktur IGRK dan Monitoring Pelaporan dan Verifikasi KLHK Syaiful Anwar, UKM KP Kementerian Kelautan dan Perikanan Novi Susetyo Adi, dan Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto. (*)