Nasionalpos.com, Jakarta- Menyikapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan pada 2023 Indonesia dalam tahun kegelapan, maka Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Juru Bicara The Collateral House Amir Hamzah, mengungkapkan bahwa hingga bulan Juni 2022, tercatat utang RI telah mencapai Rp7.123 Trilyun, sedangkan Kondisi dengan utang yang sudah jatuh tempo maka untuk tahun ini Indonesia harus membayar cicilan pokok sebesar Rp443 triliun atau sekitar 20% dari APBN, Di samping itu, untuk tahun ini Indonesia juga harus membayar bunga Rp405 triliun. Hampir 20% dari APBN, apabila ditambah dengan alokasi dana pendidikan sebesar 20%, ini berarti hanya tinggal 40% APBN yang akan digunakan untuk biaya pembangunan dan pelayanan publik.
“Kondisi ini menimbulkan indikasi pengelolaan keuangan dan kebijakan moneter kita akan dihadapkan pada resistensi cukup signifikan” ungkap Amir Hamzah saat ditemui awak media, di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 24/8/2022.
Dengan kondisi APBN 2022 yang demikian, Lanjut Amir, maka adanya analisa pada 2023 akan mengalami hyper inflasi harus direspon secara serius oleh pemerintah, ditambah lagi dengan penjelasan Presiden Jokowi bahwa dari sisi pengelolaan keuangan negara maka tahun 2023 nanti akan jadi tahun kegelapan, maka akan timbul pertanyaan apakah dengan posisi sebagai Presidensi G20, Indonesia bisa mendapatkan solusi yang dapat digunakan untuk menjadi pelita dalam kegelapan?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Amir juga mengatakan bahwa Jawaban terhadap pertanyaan tersebut tergantung pada:bagaimana manfaat yang akan diperoleh terutama dalam pengendalian inflasi dengan terjadinya kenaikan suku bunga Bank Indonesia sebesar 25 poin yang baru diputuskan hari ini, Rabu, 24/8/2022, dan kemudian bagaimana respons pemerintah terhadap makin menggejalanya resesi di Amerika Serikat.
“Selama Indonesia masih menggunakan mata uang dolar dalam setiap aktifitas transaksi ekonomi dan keuangan maka Indonesia akan terus terjebak dalam proses yang direncanakan The Fed (Federal Bank dan Federal Reserve),” kata Amir lagi.
Amir melanjutkan, Ini berarti apabila Indonesia tidak punya keberanian untuk melepaskan diri dari kaitannya dengan dolar maka negara ini akan terus menerus terjebak dalam konspirasi global yang rancangan mukanya ada pada The Fed, Hal ini perlu disadari apabila The Fed menetapkan kebijakan maka kebijakan tersebut tentu dipenuhi kepentingan para pemegang saham The Fed.
Karena itu patut disadari setiap kebijakan yang dikeluarkan The Fed tentu dilakukan setelah dikalkulasi dan dikonsolidasikan dengan para pemegang sahamnya yang terdiri dari: 1. Sachs of New York; 2. Goldman of New York; 3. City Bank of New York; 4. Kuhn Loeb Bank of New York; 5. Lehman Brothers of New York; 6. Chase Manhattan Bank of New York; 7. Lazard Brothers of Paris – France; 8. Israel Moses Seif Bank of Italy; 9. Rothschild Bank of London – England; 10. Rothschild Bank of Berlin – Germany; 11. Warburg Bank of Hamburg – Germany; 12. Warburg Bank of Amsterdam- Netherland.
Masih menurut Amir, dengan luasnya jaringan kerja The Fed, apalagi bila kinerjanya dikaitkan dengan Swiss Bank, Bank of International Resetlement dan Bank of London, maka akan terasa sulit bagi Indonesia untuk melepaskan keterkaitannya dari mata uang dolar dalam melakukan transaksi global.
Namun demikian, perlu dipertimbangkan dampak negatif dari resesi di AS, yang bersumber dari kebijakan The Fed terhadap Indonesia adalah sesuatu yang bersifat irasional.
“Untuk itu kiranya dimaklumi bahwa respons terhadap masalah irasional juga harus dilakukan secara irasional,” sebut Amir.
Namun agar respon yang irasional itu tidak keluar dari rumus – rumus transaksi yang selama ini dilakukan World Bank dan IMF maka respons terhadap kebijakan The Fed bisa dilakukan dengan lebih dahulu mempertajam wawasan tentang struktur Komite 300 yang merupakan pusat koordinasi dari keseluruhan perbankan sentral di dunia.
“Dalam rangka itu, maka Global Collateral Account (GCA) dengan Nomor Rekening 103357777 milik putra Indonesia bernama Inderawan Hery Widyanto, merupakan salah satu komponen penting dalam struktur Komite 300,” terang Amir.
Keunggulan dari GCA ini, karena nomor rekening 103357777 bersama dengan rekening – rekening pendukungnya ada dalam seluruh bank sentral sedunia dan bank komersial di seluruh negara yang berada dalam naungan Komite 300.
Ini sekaligus membuktikan dalam rekening GCA ada rekening dalam mata uang resmi negara bersangkutan.
Kondisi inilah yang perlu dimanfaatkan oleh pemerintah dalam melakukan transaksi dengan negara – negara tertentu, misalnya untuk transaksi dengan Italia pemerintah bisa memanfaatkan salah satu bank tertentu semisal Banca Popolore de Milano sehingga bisa menggunakan mata uang Euro dan atau Rupiah. Di mana dalam Bank tersebut selain terdapat nomor rekening 103357777 atas nama IHW dan nomor rekening pendukung 77762534AM-658, dengan kode referensi Spiritual Wonder Boy (SWB).
Demikian pula halnya apabila melakukan transaksi dengan Jepang, maka pemerintah bisa saja memanfaatkan Mizuko Coorporate Bank di mana selain nomor rekening 103357777 terdapat pula rekening pendukung nomor 019982736-01, dengan kode referensi Spiritual Wonder Boy, bisa menggunakan mata uang Yen dan atau Rupiah.
Sementara jika bertransaksi dengan Rusia, maka pemerintah bisa memanfaatkan Gazprombank di mana selain norek 103357777 terdapat juga rekening pendukung nomor 77762534AM-741 dengan kode referensi Spiritual Wonder Boy. Tentunya dengan menggunakan mata uang Rubel dan atau Rupiah.
“Dengan beberapa contoh tersebut, saya berkeyakinan bila Presiden Jokowi bersedia melakukan respons irasional terhadap sikap dan kebijakan The Fed maka Inshaa Allah rekening GCA norek 103357777 milik putra Indonesia bernama Inderawan Hery Widyanto akan menjadi pelita yang menerangi jalan kejayaan bangsa dan negara Indonesia dalam mewujudkan kepentingan nasional. Pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat,” pungkas Amir