NasionalPos.com, Jakarta– Tanggal 30 September, 57 tahun silam, telah terjadi suatu peristiwa kelam dalam sejarah Bangsa Indonesia, yaitu gugurnya 6 Jenderal TNI Angkatan Darat dan satu Perwira TNI Angkatan Darat. Peristiwa tersebut merupakan ujian terhadap Pancasila yang menghadapi serangan ideologis sangat kuat, yang menimbulkan kekacuan sosial politik, dan hampir memecah belah Bangsa Indonesia. Namun karena “kesaktian Pancasila”, perpecahan dapat dicegah dan situasi sosial politik dapat dipulihkan. Pancasila berhasil menyingkirkan pihak-pihak yang berupaya menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.
Untuk memperingati kesaktian Pancasila tersebut, maka tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila, melalui Keputusan Presiden Nomor 153 Tahun 1967, demikian disampaikan Suryo Susilo Ketua Forum Silahturahmi Anak Bangsa (FSAB), kepada wartawan, Sabtu, 1 Oktober 2022 di Jakarta.
“Kemudian setiap tanggal 1 Oktober dijadikan sebagai momentum peringatan kebulatan tekad untuk mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia yang tidak boleh digantikan oleh ideologi manapun yang ada dan berkembang di dunia” ungkap Suryo Susilo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam konteks situasi kekinian, lanjut Suryo, peringatan Hari Kesaktian Pancasila sangat relevan, jika dikaitkan dengan kondisi Bangsa Indonesia yang sedang menghadapi problematika di berbagai bidang kehidupan, baik sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan maupun keamanan, apalagi di saat pandemi covid-19, yang melumpuhkan sendi-sendi kehidupan, disinilah, kemudian muncul berbagai tawaran solusi yang tanpa disadari berbasis pada ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, melalui beragam cara dan bentuknya, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, untuk merubah paradigma berpikir, pola hidup dan bahkan perilaku masyarakat, sehingga tanpa disadari menafikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Fenomena tersebut apabila dicermati dengan seksama dapat menjadi ancaman serius, tidak hanya bagi keberadaan Pancasila, melainkan juga pada keberlangsungan kehidupan bangsa Indonesia, karena menjadikan rapuhnya persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
“Memang, dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami keterpurukan, antara lain dengan terus maraknya korupsi, sulitnya lapangan pekerjaan, meningkatnya harga bahan pokok, kinerja aparat penegak hukum yang merosot akibat diterpa banyak kasus yang mengusik rasa keadilan, namun apakah karena keterpurukan itu, kita harus meninggalkan Pancasila lalu beralih ke ideologi lain ? Jawabannya tentu TIDAK. Dalam situasi apapun, Pancasila harus tetap menjadi ideologi bagi Negara Indonesia, pandangan hidup (way of life) Bangsa Indonesia, pedoman berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia, dan Pancasila juga merupakan karakter bangsa Indonesia” tukas Suryo Susilo.
Selain itu, Suryo juga mengungkapkan dirinya menyesalkan bahwa setiap akhir bulan September, selalu dibahas tragedi 30 September 1965 yang kemudian berkembang pro dan kontra, serta saling menyalahkan. Semestinya masing-masing pihak bisa introspeksi dan berupaya untuk berdamai dengan masa lalu, serta menjadikan konflik-konflik masa lalu sebagai pelajaran yang sangat mahal bagi Bangsa Indonesia, agar tidak terulang lagi di masa depan, karena terbukti bahwa pada akhirnya “yang menang jadi arang, yang kalah jadi abu”.
“Kesadaran itulah yang mendasari berdirinya FSAB, yang dibentuk oleh putra-putri yang dahulu orang tuanya terlibat konflik yang menimbulkan banyak korban, dan telah sepakat untuk “Berhenti mewariskan konflik, tidak membuat konflik baru”, tukas Suryo
Suryo juga mengingatkan bahwa sudah saatnya Bangsa Indonesia fokus pada upaya untuk memperkokoh persatuan dalam menghadapi pihak-pihak, baik dari dalam maupun luar negeri, yang tidak menghendaki Pancasila menjadi ideologi Bangsa Indonesia. Mereka melakukan serangan ideologis melalui berbagai cara, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, untuk mempengaruhi mindset masyarakat, terutama generasi milineal, agar persatuan Bangsa Indonesia yang heterogen menjadi rapuh, dan akhirnya terpecah belah.
Fenomena tersebut imbuh Suryo, sudah sepatutnya diwaspadai melalui upaya edukasi, komunikasi dan pemberian informasi tentang Pancasila secara komprehensif, historis, filosofis, serta memberikan keteladanan mengenai pola hidup, pola pikir, pola perilaku maupun pola kebijakan yang mendasarkan pada Pancasila, sehingga Pancasila dapat menjadi “cahaya dalam kegelapan”, dan juga sebagai api yang mengobarkan semangat untuk bangkit dari keterpurukan. Oleh karena itu sangat tepat sekali jika peringatan Hari Kesaktian Pancasila dapat dijadikan momentum untuk kebangkitan bersama Pancasila, karena tanpa Pancasila, Bangsa Indonesia tidak memiliki landasan, arah dan tujuan; tanpa Pancasila, Bangsa Indonesia akan mudah dipecah-belah.
“Mari di Hari Peringatan Kesaktian Pancasila ini, kita bulatkan tekad dan satukan kehendak untuk Bangkit Bersama Pancasila, guna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.” pungkas Suryo Susilo. (*dit)