Nasionalpos.com, Jakarta-Untuk diketahui UU Polri kini berusia 20 tahun, namun seiring dengan perjalanannya, hingga saat ini keberadaan Undang-Undang Polri, yang di dalamnya terdapat keberadaan Komisi Kepolisian Nasional, nampaknya memicu terjadinya polemik di masyarakat, perilaku Polri justru menjadi sorotan masyarakat, bahkan bukan hanya perilaku Polri yang menjadi sorotan kritis masyarakat, melainkan juga keberadaan Kompolnas, sehingga diperoleh informasi adanya wacana revisi ke Prolegnas Prioritas 2023.
Revisi ini juga mempertimbangkan keberadaan Kepolisian Nasional (Kompolnas), Apakah tetap bertahan atau dibubarkan, karena sejauh ini peran dan fungsi Kompolnas tidak begitu greget, bahkan cenderung menjadi penyambung lidah Polri, Cermin ini terlihat dari kasus Ferdy Sambo, bukan hanya itu tidak adanya respon tindak lanjut dari pihak Kompolnas terhadap keluhan dari masyarakat mengenai dugaan perilaku menyimpang anggota Polri, ini justru menambah alasan bahwa keberadaan Kompolnas diduga telah menciderai rasa keadilan masyarakat, demikian disampaikan Andi Hambali dari Pergerakan Rakyat Anti Korupsi ( PERAK) saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 25/8/2022.
“ Sudah sejak bulan April 2022, Kami telah melaporkan Ke Kompolnas tentang kinerja aparat Polri dalam penanganan kasus dugaan suap, korupsi dan gratifikasi Proyek Bakamla tahun 2016 di duga melibatkan Politisi Nasdem, yang diduga Polri tidak serius menangani kasus tersebut, nah, ternyata laporan kami ke Kompolnas juga tidak ada tanggapannya, dan tanpa alasan yang jelas kepada kami dan juga masyarakat yang berharap kasus tersebut dapat dituntaskan oleh Polri”ungkap Andi Hambali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Andi Hambali, telah disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 38 ayat 1 adalah menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada presiden, namun kenyataannya tugas dan kewenangan itu nyaris tidak pernah dilakukan oleh Kompolnas, jangan-jangan setiap keluhan masyarakat terhadap kinerja kepolisian yang menyimpang, lamban dan tidak peduli dengan masyarakat, seperti yang dilakukan oleh dirinya dan juga masyarakat lainnya, diabaikan oleh Kompolnas atau mungkin dibuang ke tong sampah, sehingga laporan ke Presiden, masih menggunakan budaya Asal Bapak Senang, laporannya yang baik-baik saja kepada Presiden, sehingga Presiden tidak pernah mengetahui keluhan masyarakat terhadap kinerja menyimpang dari Polri, atau lambannya kinerja Polri dalam menangani kasus yang dialami masyarakat.
“Padahal setiap anggota Kompolnas mendapatkan gaji dan berbagai fasilitas dari uang rakyat, tapi diduga justriu minim prestasi, tapi malah diduga kinerja kompolnas menciderai rasa kepercayaan rakyat terhadap Polri, dan menciderai rasa keadilan masyarakat, karena itu, hari ini kami bersurat kepada Komisi III DPR RI, agar merevisi Undang-Undang Polri, utamanya membubarkan Kompolnas, yang justru keberadaannya memboroskan keuangan negara.”tukas Andi Hambali.
Hal senada dikatakan Ratih Paulina yang juga dari Pergerakan Rakyat Anti Korupsi ( PERAK) kepada wartawan, ia mengatakan peran Kompolnas yang sering mengkritisi kinerja corps berbaju coklat saat ini sudah dianggap tidak efektif lagi lantaran ditengah era demokrasi semua rakyat bisa ikut mengontrol dan mencermati semua kinerja aparat Kepolisian, bahkan dalam kasus Sambo, peran Kompolnas kalah dengan peran nitizen, yang berani berbeda pendapat dengan Kompolnas, namun pada akhirnya pendapat nitizen yang mampu mendorong terbongkarnya kasus tersebut.
““Keberadaan Kompolnas dinegeri ini sudah waktunya di istirahatkan. Demi menghemat anggaran lebih baik alihkan saja anggarannya untuk mencegah inflasi, mencegah naiknya BBM dan bisa untuk membangun rumah bagi rakyat miskin, itu Lebih ada faedahnya kan,”pungkas Ratih Paulina kepada wartawan, Kamis, 25 Agustus 2022 di Jakarta.