NasionalPos.com, Jakarta– Diperoleh informasi yang menyebutkan di forum ACWG Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri telah mengemukakan bahwa Indonesia selaku presidensi G20 mengangkat empat isu prioritas. Isu tersebut meliputi: peningkatan peran audit dalam pemberantasan korupsi, peningkatan pendidikan antikorupsi dan peran serta masyarakat, kerangka regulasi dan supervisi peran profesi hukum pada pencucian uang hasil korupsi, dan mitigasi resiko korupsi pada sektor energi terbarukan, sementara itu juga ditemukan fakta Indonesia tercatat sebagai negara anggota pertama G20 yang menginisiasi pembahasan antikorupsi di sektor energi terbarukan.
Dalam pertemuan pertama Anti-Corruption Working Group (ACWG) putaran kedua di Bali, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengajak anggota G20 menyusun strategi yang tepat guna mengatasi risiko korupsi di sektor tersebut.
Menanggapi hal itu, Aktivis dan Ketua Kampanye Inisiatif Warga untuk PBB (UNWCI/UN World Citizen’s Initiative Campaign) Yudi Syamhudi Suyuti mengatakan, bahwa inisiatif selaku Chair ACWG Komisi Pemberantasan Korupsi terbilang strategis dan visioner. Langkah itu punya nilai kontribusi penting bagi pemberantasan korupsi di tingkat global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita tahu transisi ke energi terbarukan sekarang jadi tren negara-negara di dunia. Pengembangan industri hijau, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), hydropower, geothermal, termasuk pembangunan ekosistem mobil listrik akan lebih massif ke depan,” ungkap Yudi kepada awak media, Jumat 8/7/2022 di Jakarta.
Umumnya, lanjut Yudi, transisi energi dipahami dalam kerangka besar upaya dekarbonisasi. Aspek manfaatnya bagi keberlanjutan hidup begitu digelorakan, bahkan dengan mengabaikan resiko yang dihadapi.
Padahal, lanjutnya, mega proyek dengan nilai investasi besar itu berpotensi jadi ladang korupsi, jika tidak dimitigasi sejak dini.
“Nah KPK dengan cerdas ambil peran di sini, membuka mata dunia bahwa ada resiko yang perlu diantisipasi bersama supaya transisi itu berjalan mulus,” ungkap Yudi yang juga Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan internasional (JAKI).
Dia, mengatakan, seringkali korupsi sektor energi terjadi karena regulasi yang dibuat tidak transparan. Perumusan Regulasi sengaja menguntungkan kepentingan pihak tertentu sehingga membuka celah korupsi, dengan berkaca pada kasus korupsi energi di Indonesia, ia menyebut terjadinya korupsi PLTU Batubara, korupsi sektor energi mineral, juga kasus lain yang melibatkan perusahaan asing, terindikasi akibat transaksi kebijakan hasil relasi bisnis dan politik.
“Jadi kalau pun usulan Indonesia belum masuk tahap high level principle (HLP), setidaknya praktiknya jadi rujukan, karena ke depan isu ini akan terus relevan dan kontekstual,”pungkas Yudi