Nasionalpos.com, Jakarta– Seperti diketahui, berdasarkan pengakuan Bharada E, Ferdy Sambo ikut mengakhiri eksekusi Brigadir J dengan menembak bagian belakang kepalanya. Komnas HAM juga telah mengungkapkan, bahwa Sambo merupakan otak utama dalam skenario pembunuhan Brigadir J.
Bahkan yang terbaru, pengacara Brigadir J menyebut ada tersangka yang diduga telah menguras isi rekening Brigadir J setelah kematiannya. Uang sebesar Rp 200 juta ditransfer ke rekening salah satu tersangka. Pengacara Brigadir J berharap agar Polri mau melibatkan PPATK atas kematian kliennya.
Hal tersebut kemudian mendapat tanggapan dari Dr Azmi Syahputra, SH, MH Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, kepada wartawan, ia mengatakan diduga Irjen Ferdy Sambo ingin mengaburkan motif pembunuhan keji terhadap ajudannya, Brigadir J. Hal tersebut tampak dari beberapa skenario yang dibuatnya dan banyaknya anggota yang terlibat di belakangnya.
“Kasus ini memang sejak awal sampai hari ini terlihat banyak skenario yang mau ditutupi termasuk menghilangkan fakta-fakta, alat bukti serta menghalangi penyidikan karena maksud pelaku memang mengaburkan motif aslinya, dan kemungkinan dengan mengaburkan motif sebenarnya, dapat memperoleh keringanan hukuman” ujar Azmy kepada awak media, Rabu,17/8/2022 di Jakarta
Meskipun demikian lanjut dia, pembebanan pidana kepada pelaku harus diusahakan agar sesuai dan seimbang. Karena jika memperhatikan Pasal 340 KUHP maka sanksi maksimal adalah hukuman mati.
“Apalagi melihat perbuatan pelaku yang sangat terencana, ganas, sadis, kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan, serta dapat membahayakan masyarakat. Apalagi pelaku tega membunuh orang terdekatnya dalam hal ini Brigadir J selaku ajudan pelaku, maka layak pula dibenci perbuatannya ini dan sepatutnya dikenakan hukuman seumur hidup atau hukuman mati,” ungkapnya.
Azmy menjabarkan, konstruksi Pasal 340 KUHP, terdapat beberapa hal yang dirumuskan menjadi penting dalam menerapkan Pasal ini. Poin Pertama, pelaku ketika memutuskan kehendak untuk melakukan dalam keadaan tenang.
Kedua, ada ruang tenggang waktu yang cukup antara memutuskan kehendak dan melaksanakan perbuatannya. Ketiga, pelaksanaan perbuatan dilakukan dalam keadaan tenang dan sadar.
“Bila irisan tiga hal ini terpenuhi maka kepada pelaku tentunya mengacu pada ancaman pasal 340 KUHP, sehingga ancaman hukuman ini bagi pelaku seolah sedang menuju penghuni kamar tunggu maut (death row) bila nantinya pelaku dijatuhi hukuman mati oleh hakim,”pungkas Azmy