NasionalPos.com, Bandung–Menanggapi penyelenggaraan Seminar membahas tentang Persoalan Pertanahan dan Penyelesaian di luar Pengadilan 12 Juli 2022 oleh KanWil BPN di Banten, BeaThor Suryadi Pengamat FKMTI kepada awak media yang menghubunginya, mengatakan bahwa Sejak menjadi Aparat, baik di Solo, di DKI dan di NKRI, Jokowi ingin mewujudkan Pemerintahan yang melayani Rakyat, hal ini nampak ketika Jokowi menjabat sebagai Walikota Di Solo, dia berminggu minggu rapat dengan warga pasat saat akan dipindahkan, mendengar Suara Rakyat, begitu pula saat menjabat sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta, begitu dia Jadi Gubernur, kemudian dirinya berkeliling Kelurahan, merubah pelayanan Loket menjadi Ruang Tamu terhormat, sedangkan saat Awal di Istana, Jokowi mengumpulkan Eselon 1 dan 2 agar mempercepat pelayanan surat surat ijin dan sebagainya.
“Saat itu Jokowi ingin Negara hadir dalam problem dan kasus kasus Rakyat ( Nawacita ke 9), dan tentunya kehadiran negara tersebut memberikan solusi yang cepat dan tepat sasaran terhadap berbagai permasalahan yang dialami rakyat”ucap BeaThor Suryadi Pengamat FKMTI kepada awak media, Rabu, 13 Juli 2022 di Bandung, Jawa Barat.
Kini, lanjut Bithor, berbagai kasus tanah, konflik, sengketa dan perampasan tanah semakin marak di mana mana, mengikuti semakin cepatnya pembangunan toll, bandara, pelabuhan, komplek perubahan, perkebunan dan tambang, disertai dengan kemajuan Ekonomi semakin pesat, sayangnya pelayanan publik sulit terwujud, dan bahkan jauh dari harapan, seakan-akan negara tidak hadir dan tidak dapat memberikan pelayanan yang optimal untuk rakyat, sementara itu, Bithor juga menyoroti tentang keberadaan Polri, yang berada langsung dibawa kontrol Presiden, maka seharusnya Jokowi perintahkan Kapolri untuk mendahulukan pelayan Rakyat atau pengayoman Masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Namun kenyataannya Selama ini Rakyat di tembakin, ditangkap dan dipenjara, begitu keluar penjara lahan tanahnya hilang jadi milik orang lain, karena itu, saya tegaskan agar Polri jangan jadi alat pengusaha yang mencaplok tanah Rakyat, dan seharusnya Polri mengayomi masyarakat”tegas Bithor.
Di Kesempatan ini, Bithor juga mengungkapkan adanya pemicu sengketa kepemilikan pertanahan yang Bermula dari Ploting HGU/ HGB dari Kementerian ATR BPN dan atau Kementerian Kehutanan Lingkungan Hidup, Ploting tersebut memasukan perkampungan desa menjadi bagian HGU atau HGB, Naasnya, Warga Desa yang pulang kerumah nya ditangkapi dengan pasal 167 KUHP Penyerobotan, masuk pekarangan tanpa ijin, Pada hal warga sudah melapor ke Polisi tentang desanya di caplok, tapi tidak dilayani, Polisi mengutamakan laporan Perusahaan tentang 167 dan atau pencemaran nama baik, Satu hal yang menjadi kejahatan di pertanahan, hilangnya warkah atau ada lebih satu surat tanah dilahan yang sama. Jelas dari dua kondisi ini adalah kejahatan Aparat BPN. Kecerdasan Aparat BPN adalah memanfaatkan pasal pasal 17 huruf h, UU NO. 14 tahun 2008. Tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan pasal 12 huruf i Peraturan Kepala BPN RI nomor 6 tahun 2013. Dua aturan tersebut diatas melindungi kejahatan aparat BPN dari Pidana, keterbukaan yang di kecualikan yaitu tentang Warkah, padahal Pihak KeJaksaan Agung melalui surat edaran JAM Pidum tahun 2013 sudah sangat jelas, dalam konplik pertanahan harus didahulukan persidangan Perdata, Adu Data para pihak atas lahan tersebut, Di sinilah awal munculnya Mafia Tanah ( aparat negara dan penjahat). Merencanakan kejahatan perampasan tanah yang dilidungi peraturan hukum tersebut, Dalam proses Pengadilan, Rakyat selalu kalah dalam persidangan, karena Polisi mengajukan pasal 167, sementara warga masyarakat inginnya Adu Data berkas dokumen atas lahan tersebut.
“Presiden Jokowi, Selain harus mencabut dua aturan tersebut, maka untuk mempercepat selesainya masalah pertanahan, sudah saatnya Menteri Hadi menerapkan program Geospesial. “tukas Bithor.
Menurut Bithor, Dengan teknologi display geospasial, maka para pihak akan senantiasa melihat dan meng-update informasi, ketika mengakses informasi itulah konflik terjadi, Itulah langkah awal dari Pembenahan. Geospesial menjawab solusi pertanahan, jangan sudah dipatok, dibangun, baru muncul konflik, kalo begini pastilah yang sudah keluar modal, atau yang banyak modal yang dimenangkan, selain warkah, info digital Geospasial adalah data pokok, yang mana harus terbuka untuk diakses oleh publik Jika Presiden belum ada UU PP dan JuklakJuknis, maka itulah salah satu obyek hukum yang harus dibangun dalam reformasi Agraria sekarang ini.
“Referensi Geospasial, Sebagai Solusi melawan Mafia Tanah, bukan membentuk Sat Gas Anti Mafia Tanah di semua intansi Pemerintah, Teknologi Geospasial hanyalah TOOLS semata yang digunakan untuk men-digitalisasi obyek pertanahan sehingga menjadi rijid dalam sistem.Geospesial juga menjawab Adu Data atas dukomen para pihak yang mengakui sebagai pemilik lahan, Dengan penerapan Teknologi Geospasial dapat kita kontrol obyek dan aturan Pertanahan yang suah dibuat, Sistem tersebut akan berjalan mulus atau justeru menampakan diskresi, berbagai hal yang bersifat kompromi terhadap sistem, itu namanya diskresi”pungkas Bithor.