NasionalPos.com, Jakarta- Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri), memicu polemik dengan adanya diksi “keamanan nasional” dalam Pasal 16B ayat 2 huruf (a) dalam draf yang tersebar luas, hal tersebut bisa juga menimbulkan kekhawatiran terkait dengan penafsiran luas mengenai keamanan nasional dalam kewenangan Polri, demikian disampaikan Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto kepada NasionalPos.com, Kamis, 27 Juni 2024 di Jakarta.
“Diksi “Keamanan Nasional” mencakup ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya memang sangat luas. Ini dapat menyebabkan tumpang tindih fungsi dan kewenangan antara berbagai badan intelijen”, ungkapnya.
Menurutnya, tumpang tindih ini bisa menimbulkan masalah koordinasi dan efektivitas penegakan hukum dan fungsi intelijen lintas Lembaga, sebab Jika Polri memiliki kewenangan yang luas dalam hal “keamanan nasional”, ini bisa berbenturan dengan fungsi dan tugas yang sudah ada pada BIN, intelijen militer, Kejaksaan dan lembaga lainnya, selain itu adapula diksi pada pasal 16B mengenai diksi “ancaman” yang dapat ditindak oleh Polri seharusnya tidak ditafsirkan dan ditindak sendiri oleh Polri.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Idealnya, penafsiran ini memerlukan asesmen terlebih dahulu oleh badan yang berwenang seperti Dewan Keamanan Nasional atau Dewan Ketahanan Nasional. Hal ini penting agar tidak terjadi bias atau penafsiran yang subjektif oleh satu lembaga saja”, jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Rasminto, dirinya menyarankan, agar memperhatikan pentingnya koordinasi yang baik antara kementerian/ lembaga terkait lainnya untuk memastikan bahwa ancaman terhadap keamanan nasional ditangani secara efektif, efisien, serta untuk menghindari duplikasi usaha dan konflik kewenangan, dengan adanya koordinasi yang jelas dan pembagian kewenangan yang tegas,
“Maka diharapkan fungsi intelijen kepolisian, BIN, intelijen militer dan lainnya dapat berjalan harmonis dan efektif dalam menjaga keamanan nasional”, tukasnya.
Dengan kondisi itu, imbuh Rasminto, Ia pun berharap, RUU yang saat ini sedang dikaji Presiden Jokowi tersebut, agar dapat menampung berbagai respon sehingga tidak menuai polemik publik semakin meruncing dikemudian hari.
“Saat ini saja sudah banyak para pakar menyampaikan keresahannya, rakyat hanya berharap Presiden Jokowi dapat mencermati dengan jernih respon publik ini agar konflik tidak meruncing pasca disahkan RUU ini”,tandas Rasminto