NasionalPos.com, Jakarta- Pelaksanaan Pemilihan Pemilu legislative 2024 maupun pemilihan presiden 2024 sudah berada pada ujung tahapan pelaksanaan, namun dalam rangkaian tahapan pelaksanaan tersebut, nampak kinerja Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu mendapat respon sorotan tajam dari masyarakat.
Terkait dengan kondisi tersebut, Ezy TV menggelar diskusi dengan mengambil tema permasalahan KPU, Selasa, 19/3/2024 kemaren, yang ditayangkan pada channel youtube EZY TV, selain mengangkat tema tersebut, diskusi ini juga membahas masalah kendala maupun berbagai modus kecurangan, mark-up suara dsb, acara yang dipandu oleh Moh Gunawan Abdilah, menghadirkan narasumber Roy Suryo Pakar telematika dan juga Rudy Darmawanto, SH sebagai warga Jakarta yang memiliki fakta indikasi terjadinya praktek persekongkolan jahat pada pelaksanaan pemilihan umum 2024 ini, khususnya yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta.
Dalam diskusi ini, Roy Suryo yang juga sebagai ahli IT mengemukakan bahwa dirinya telah menjadi saksi sidang sengketa informasi pemilu di Komisi Informasi Pusat, dalam perkara ini KPU sebagai teradu, namun sangat disayangkan KPU sebagai institusi negara, tidak menghadiri persidangan resmi di KIP tersebut, meskipun KPU sering mangkir dalam persidangan tersebut, namun dalam proses persidangan yang diselenggarakan oleh KIP, terungkap KPU terpaksa mengakui meletakkan server cloud di Singapura, dan itu merupakan Fakta Hukum, dan juga fakta publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ya, Alhamdulilah, bahwa KPU telah mengakui bekerjasama dengan Alibaba pengelola server cloud di Singapura, maka KPU dapat dianggap melanggar undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), “tukas Roy Suryo,
Sementara itu, Rudy Darmawanto, SH sebagai narasumber juga mengungkapkan bahwa problem kepemiluan di Jakarta untuk tahun 2024 ini agak aneh, tidak seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya, yakni di pemilu 2024 ini nampak adanya kesamaan perilaku dari Komisioner KPU tingkat Provinsi sampai ke tingkat paling bawah yakni PPS di tingkat kelurahan,
Bahkan dirinya mencium adanya perilaku persekongkolan jahat itu, ada parpol yang tidak lolos Parliament Treshold ( PT) dibikin banca’an suaranya untuk kepentingan oknum tertentu yang telah bersekongkol dengan oknum penyelenggara Pemilu di tingkat Kecamatan maupun Kelurahan, contoh : di Pesanggrahan, ketika pelaksanaan sidang pleno Rekapitulasi mestinya pihak penyelenggara memberikan informasi secara keseluruhan ke semua partai peserta pemilu,
Namun kenyataannya sambung Rudy, di wilayah kecamatan Pesanggrahan ditemukan adanya klas Rekapitulasi lainnya yang tidak di informasikan ke parpol peserta pemilu, bisa dikatakan klas rekapitulasi gelap atau terselubung, yang diduga di mainkan atau di rekayasa oleh oknum penyelenggara untuk kepentingan oknum yang telah bersekongkol dengan mereka melalui cara-cara yang kotor, haram dan kriminal (mencuri suara dari pihak lain), tentu hal ini terjadi tanpa sepengetahuan saksi partai politik lainnya.
sehingga diduga mereka dengan mudah merekayasa, memark-up melalui mencuri suara dari partai politik lain atau pun mencuri dari caleg lain dari partai politik gurem atau partai politik yang tidak menempatkan saksi di TPS, PPS maupun di PPK, tentu saja perilaku mereka tersebut menghilangkan hak suara dari pemilih, memanipulasi hak suara pemilih (misalnya pemilih tidak memilih si A, tapi oleh oknum PPK atau PPS, suara pemilih itu di pindah ke A, atau di tambahkan ke A, adapun suara itu dicuri dari pemilih yang memilih peserta pemilu lainnya) dan bahkan perilaku mereka itu telah menciderai hak konstitusi warga negara, karena itu tindakan tersebut harus di lidik dan di usut tuntas, serta harus di berikan sanksi berat.
“Tapi sayangnya sanksi dari KPU hanya bersifat administratif, padahal ini Extraordinary crime/ kejahatan luar biasa, seharusnya oknum PPS atau PPK, oknum ketua KPU Jaksel yang diduga melakukan persekongkolan jahat tersebut melalui dugaan membuat klas rekapitulasi gelap dan terselubung yang menguntungkan pihak lain, atas perbuatan mereka tersebut, seharusnya mereka bisa dihukum mati karena melakukan kejahatan luar biasa.”tandas Rudy Darmawanto.
Selain itu, lanjut Rudy, masih di kawasan Petukangan utara, di sekitar 10 TPS telah ditemukan pelanggaran mutasi peserta pemungutan suara dari luar Jakarta, yang mestinya hanya mendapatkan satu surat suara , tapi kenyataannya oleh KPPS di 10 TPS tersebut, pemilih dari luar Jakarta tersebut diberikan empat surat suara, jelas ini pelanggaran, Karena itu semestinya dilakukan PSU (Pemungutan suara ulang), tapi ternyata tidak dilakukan Pemungutan Suara Ulang di TPS tersebut.
“Tidak hanya itu, saya juga memiliki data adanya oknum PPK dan PPS khususnya di wilayah dapil Jakarta 7, rata-rata mereka belum mengembalikan dana dari caleg-caleg bersekongkol dengan oknum PPK dan oknum PPS tersebut, hanya daerah Kecamatan Cilandak dan Kecamatan Kebayoran Lama yang sudah clear (mereka sudah mengembalikan uang ke pihak telah bersekongkol dengan mereka), yang lain sampai sekarang belum clear, “tukas Rudy Darmawanto, SH.
Menurut Rudy, hal semacam itu tidak hanya dialami oleh satu caleg saja, tapi banyak caleg, melihat kondisi tersebut, dirinya menduga adanya suatu konsorsium yang diduga di Kelola oleh oknum KPUD DKI Jakarta untuk memenangkan kepentingan caleg yang sudah sepakat melakukan persekongkolan jahat, misalnya saja yang terjadi di Kecamatan Cakung, yang memiliki TPS terbesar di Jakarta, dan juga terbesar DPTnya, diduga semua PPS maupun PPKnya menerima uang semacam itu yang nilainya beragam hingga mencapai ratusan juta rupiah untuk melakukan persekongkolan jahat melakukan mark-up suara, manipulasi suara dsb, meskipun sudah ada yang mengembalikan uang tersebut sebagian, dan bahkan juga tidak ada mengembalikan uang persengkongkolan jahat tersebut, dari gambaran kondisi tersebut, maka bisa dikatakan bahwa persekongkolan jahat tersebut dilakukan secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM), serta terselubung yang berdampak sangat luas hingga dapat menimbulkan kerugian bagi peserta kontestasi pemilu, maupun kerugian kehidupan berdemokrasi di Provinsi DKI Jakarta.
“Saya sebagai warga Jakarta, sangat kecewa terhadap penyelenggaraan pemilu 2024 kali ini di Provinsi DKI Jakarta, khususnya terhadap kinerja teman-teman komisioner KPUD DKI Jakarta maupun KPUD Jakarta Selatan, khususnya Pesanggrahan, jujur saya inginnya hal itu di proses, saya akan kawal terus masalah tersebut.”pungkas Rudy Darmawanto, SH