Nasionalpos.com, Jakarta- Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 77 di Tahun 2022 ini, meskipun sudah berlalu, namun masih terasa suasananya dan bahkan masih menjadi perbincangan refleksi di masyarakat, diantaranya masalah Tema Peringatan HUT Kemerdekaan RI, yaitu Pulih lebih cepat. Pulih lebih kuat menggambarkan tekad optimistik bangsa Indonesia dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, hambatan, gangguan dan ancaman pada kelangsungan hidupnya. Pandemi Covid-19 wabah penyakit yang melanda negara-negara di dunia berdampak negatif pada kondisi perekonomian global dan berimbas pula pada ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu upaya memantapkan pemulihan ekonomi Indonesia merupakan prioritas, di tengah ancaman kelangkaan energi dan pangan serta dampak keniscayaan perubahan iklim, demikian disampaikan Nurrachman Oerip, Pemerhati Masalah Budaya, Sosial dan Politik Kebangsaan, saat dihubungi wartawan, Minggu, 21 Agustus 2022 di Jakarta.
“Selain itu, dinamika fluktuatif dalam perjalanan sejarah Indonesia kaya dengan pembelajaran sejarah sehingga perlu menjadi bahan refleksi kebangsaan tidak hanya pada saat hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan bangsa Inonesia, tanggal 17 Agustus 1945, tetapi juga memahami makna eksistensi NKRI sejak tanggal 18 Agustus 1945 saat Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI) menetapkan UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Bangsa Indonesia”ungkap Nurrachman Oerip
Menurutnya, hasil pergerakan perjuangan kemedekaan Indonesia. Oleh sebab itu, berdasarkan Keputusan Presiden RI (Keppres. RI) Nomor 18 Tanggal 10 September 2008 maka tanggal 18 Agustus ditetapkan sebagai Hari Konstitusi. Dengan demikian, kedua peristiwa tersebut merupakan satu kesatuan, bersifat manunggal sehingga tidak bisa dipisahkan oleh siapapun dan kapanpun. Itulah tonggak sejarah Indonesia menjadi negara bangsa merdeka dan berdaulat. Kedua peristiwa penting itu hendaknya tidak dipisahkan dan dibedakan. Peringatan Hari Konstitusi perlu utamakan makna inspiratif dan aspiratif UUD 1945 guna memperkokoh dan meneguhkan kesadaran maupun komitmen penyelenggara negara dan pemerintahan mengaktualisasikan semangat substantif UUD 1945 cq Pancasila secara utuh dan menyeluruh; utamanya untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam konteks dimaksud, terletak relevansi makna tema HUT Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia Ke-77.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, saat ditanya mengenai langkah solusi bagi bangsa Indonesia menghadapi tantangan, hambatan, beliau pun menyampaikan bahwa dari sudut pandang internal, kemajemukan demografis Indonesia luar biasa terdiri dari beraneka ragam latar belakang berbeda suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Disatu pihak, hal itu merupakan keunikan yakni kekayaan sosiokultural bangsa. Namun, dilain pihak mengandung kerawanan tersendiri jika semangat untuk hidup bersama sebagai satu bangsa memudar. Oleh sebab itu maka kohesi sosial sebagai atribut persatuan-kebangsaan Indonesia merupakan kondisi prasyarat (conditio sine qua non) yang wajib dilestarikan dengan memantapkan dan meningkatkan aktualisasi semangat substantif Bhinneka Tungal Ika dan Pancasila.
“Kesadaran kolektif dan komitmen pada kepentingan bangsa adalah sarana mengatasi penetrasi nilai-nilai negatif transnasional dari pihak luar manapun pada bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, hal inilah yang harus diperkuat”tukas Nurrachman Oerip Dubes RI untuk Kerajaan Kamboja (tahun 2004 – 2007)
Dalam konteks eksternal, Lanjut Nurrachman Oerip, bangsa Indonesia harus mampu berhubungan dan bekerja sama secara setara maupun sanggup bersaing dengan kapasitas kinerja prima dengan berbagai bangsa dan negara. Hal itu merupakan kondisi prasyarat supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, tetap terjamin seperti tercantum pada Alinea 3 Pembukaan UUD 1945. Hubungan internasional hakekatnya adalah “rebutan rezeki” ditandai monopoli, dominasi dan hegemoni sehingga Indonesia yang memiliki berbagai sumber daya hidup bagi manusia dan bangsa-bangsa di dunia wajib waspada, Negara adikuasa dan negara-negara adidaya yang memiliki kepentingan politik global berusaha menjadikan Indonesia sebagai target agar masuk dalam ruang lingkup pengaruh politik mereka dengan segala siasat dan muslihat masing-masing.
“Karena itu patut dicatat, bahwa Indonesia pernah mengalami peristiwa atau bahkan masa-masa kelam, yang itu terjadi tidak terlepas dari adanya peran intervensi kekuatan luar yang berakibat pula terciptanya bom waktu berupa residu masalah yang hingga saat ini belum selesai secara tuntas. Oleh sebab itu, perlu memahami makna pesan Bung Karno, yaitu JAS MERAH yang tetap valid karena Indonesia berada dalam pusaran pertarungan kepentingan politik global, hal inilah diperlukan sikap kewaspadaan dalam menjaga kedaulatan NKRI “tegas Nurrachaman Oerip.
Di akhir perbincangan dengan awak media, Nurrachaman Oerip juga menyampaikan harapannya, khususnya bagi generasi Milineal, agar Temu-kenali dan pahami kepentingan bangsa dan negara sendiri maupun kepentingan subjektif bangsa dan negara lain terhadap Indonesia, utamanya negara adikuasa dan negara-negara adidaya yang memiliki kepentingan politik global. Hubungan internasional juga bersifat dualistis dan opsional, yaitu antara kerja sama dan persaingan, persahabatan dan permusuhan serta perang dan damai yang datang silih berganti. Pendapat bahwa tidak ada kawan atau lawan abadi kecuali kepentingan sendiri bangsa adalah kata kunci untuk menjamin kelangsungan hidup Indonesia. Manusia, bangsa dan negara adalah ibarat mahluk organisme sosial yang lahir, hidup, tumbuh berkembang dan mati.
“Sirnanya kerajaan Sriwidjaja dan Madjapahit di masa lampau maupun tumbangnya negara Soviet Uni dan hilangnya Yugoslavia dari peta bumi pada masa sejarah modern perlu menjadi pembelajaran bersama pada refleksi kebangsaan pasca 77 tahun eksistensi Indonesia. Kita wajib berdoa dan berkarya terus agar bangsa dan NKRI hidup sejahtera sepanjang masa, sampai dunia kiamat. Aamiin Yaa Rabbal Alamin.”pungkas Nurrachman Oerip yang juga Pendiri Pusat Budaya Indonesia (PUSBUDI) di KBRI Phnom Penh, Kerajaan Kamboja, tahun 2007.