NasionalPos.com, Jakarta- Pilleg/Pilpres 2024 tinggal sebelas bulan lagi–namun hingga detik ini, belum ada kekuatan-kekuatan asing yang coba ‘mendekat’ ke PDI–Perjuangan. Seharusnya hal ini menjadi perhatian semua partai politik peserta Pemilu 2024 mendatang, tak terkecuali PDIP sebagai partai pemenang Pemilu tahun 2019 lalu, demikian disampaikan Setyoko Pemerhati Politik Independen kepada nasionalpos.com, Minggu, 5 Maret 2023 di Jakarta.
“Ya, tentunya Ketum PDI-P beserta jajarannya, dapat mencermati perkembangan politik dengan segera menentukan calon Presiden dan calon wapres yang bakal diusung pada perhelatan politik di Tahun 2024 mendatang, jangan sampai terlambat memulai startnya”ucap Setyoko.
Menurut Setyoko, Sikap politik PDIP sungguh aneh, yang masih blum menentukan pasangan capres-cawapres, serta terkesan belum intens melakukan komunikasi politik dengan partai lain, padahal sejumlah parpol semakin intens melakukan komunikasi politik menghadapi pemilihan umum serentak atau Pemilu 2024. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP misalnya. Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto mengaku, KIB memang belum membicarakan nama bakal capres-cawapres karena masih fokus pada visi-misi koalisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, Konstelasi politik menuju Pemilu 2024 kian hangat menjadi perbincangan, termasuk perseteruan politik antara Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, dinilai sebagai langkah untuk menjenggal kedua nama dalam bursa pencalonan presiden 2024 itu, Namun di sisi lain, perseteruan tersebut bisa menjadi pintu baru untuk membuka ruang renegosiasi antara Prabawo dan Anies Baswedan menuju Pemilu 2024 mendatang.
“Situasi politik semakin menghangat, dengan adanya sinyalemen intervensi Asing, hal ini Terkait dengan pencapresan Anies Rasyid Baswedan, yang kami peroleh informasi, salah satu negara asing (AS) pada awal Oktober 2022 yang lalu sudah ‘mendekat’ ke Partai Demokrat dan 15 Februari 2023 lalu ada kunjungan Dubes AS yang baru di Indonesia ke DPP PKS., ada apa sebenarnya ini” ucap Setyoko.
Nach, lanjut Setyoko, kunjungan pihak AS ke PKS merupakan sinyal dukungan negara adidaya tersebut untuk Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, sehingga konsekuensi logis dari pertemuan Dubes AS dengan DPP PKS adalah percepatan deklarasi dukungan DPP PKS terhadap pencapresan ARB,
“Saya mendapat informasi dari hasil analisa atau riset US Embassy, di Jakarta beberapa tahun lalu, yang menyebutkan bahwa di mata AS, ARB adalah seorang penganut Islam moderat. Keberadaan ARB baik itu karier akademisnya maupun karier politiknya selalalu dipantau oleh pihak AS. Kedubes AS beberapa kali pernah mengundang ARB ke acara-acara yang diselenggarakan Kedubes AS di Jakarta. “ucap Setyoko.
Setyoko juga menambahkan mungkin saja AS selama ini hanya menilai dan mengukur siapa capres di Indonesia dari kepentingan nasionalnya. AS kini hanya ingin konsep indo-pacific didukung negara-negara Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia, AS ingin kedua negara ini tidak terlalu rapat dengan RRC, karena RRC dan Rusia disebut oleh AS sebagai musuh utamanya. Jika meminjam/memakai terminologi filsafat sosial, maka di mata AS itu RRC adalah sebagai kontradiksi pokok bagi AS, sedangkan posisi Rusia dipandang AS sebagai kontradiksi dasar.
“AS menilai ancaman keamanan nasionalnya adalah RRC, siapa capres di Indonesia yang tidak dekat dengan RRC, tentu akan lebih disukai/disenangi oleh AS. Inilah bentuk konkret operasi penggalangan intelijen AS di Indonesia, sehingga detik ini pun PDI-P belum membangun koalisi dengan parpol-parpol lain, ini menunjukkan adanya sinyalemen kehati-hatian PDI-Perjuangan dalam menentukan capres-cawapresnya, terlebih mungkin saja, mereka lebih mewaspadai Gerakan politik dari asing pada pilpres 2024 mendatang, meskipun dengan konsekuensi terlambat dalam mengambil start politik dalam pertarungan di pilpres 2024 mendatang” pungkas Setyoko.