NasionalPos.com, Jakarta- Terkait itu semua sebener nya hukuman mati itu sudah diatur dalam UU tipikor yakni Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), hanya saja hukuman mati tsb ada pengecualian hukuman mati tersebut, hanya dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu dan dalam keadaan tertentu tersebut, maksudnya yang dapat di mengerti itu bahwa negara dalam keadaan bahaya sesuai undang-undang yang berlaku, demikian di sampaikan Andi Darwin Rangreng, SH, MH Vice President Kongres Advokat Indonesia, kepada wartawan, Senin, 24 Maret 2025 di Jakarta
“ Misalnya, terjadi bencana alam nasional, Negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter, Korupsi terhadap dana untuk penanggulangan bencana atau krisis,tsb Lah .. yang bisa di pakai dalam jeratan Hukuman mati” ungkap Andi Darwin Rangreng, SH, MH.
Menurutnya, hukuman mati yang dijatuhkan kepada koruptor semata mata mengarah , untuk memberi efek jera dan mencegah korupsi. terkait hal tsb juga makamah agung telah mengeluarkan yakni Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 itu , tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Dalam Perma tersebut, MA telah memilah milah…terkait dengan hukuman tersebut. Namun, hukuman mati ini hanya dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Hal tersebut yang saya sudah jelaskan tadi.. tetapi dalam menjatuhkan hukuman mati belum pernah ada putusan nya, saya belum pernah mendengar ada nya incrah putusan koruptor untuk di hukum mati. Coba ya koreksi kalau ada ya Bagus bisa jadi patokan . Tapi seperti nya belum ada, “tukas Andi Darwin Rangreng, SH, MH.
Akan tetapi, lanjut Andi, Ada beberapa hal terkait dengan hal tsb antara lain, ada Syarat yang harus dipenuhi untuk menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor, yakni terdakwa tidak memiliki hal yang meringankan, selain itu, tindak pidana Korupsi dilakukannya terhadap dana yang diperuntukkan untuk penanggulangan bencana alam, kerusuhan sosial, krisis ekonomi, dan moneter, tidak hanya itu, syarat berikutnya, Terdakwa terbukti melakukan korupsi sebesar Rp100 miliar atau lebih, terdakwa memiliki peran yang signifikan dalam tindak pidana, Terdakwa melakukan korupsi dengan modus operandi canggih, serta tindak Korupsi yang dilakukan mengakibatkan dampak nasional maupun mengakibatkan penderitaan bagi kelompok masyarakat rentan
“ Jadi menurut saya terkait dengan ungkapan Presiden Prabowo, dalam prospektifnya hal tersebut, bisa menimbulkan sesuatu yang delimatis, dan kontra flow terkait Dengan UU kita yakni UUD1945 dan juga Hak Asasi Manusia dalam imbas dinamika moral dan Etika sebagai berbangsa dan bernegara Nah ini menjadi suatu dinamika dalam implementasi perjalanannya .. Ya Hakim tentunya punya pertimbangan.” Ucap Andi .
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Presiden Prabowo sebagai kepala negara punya hak menyampaikan gagasan hukuman mati bagi Koruptor, akan tetapi pelaksanaan hukumannya bukan domein Presiden melainkan itu menjadi ranah Hakim .. kembalikan ke majelis Hakim, sehingga dapat di simpulkan dari hal tersebut, akan sulit bisa di jalankan .. kecuali majelis hakim mempunyai pertimbangan yang sangat signifikan .. untuk masalah yang akan di putuskan nya karna putusan itu merupakan suatu perimbangan yang matang, serta di temukan dalam fakta persidangan dan me jadikan pertimbangan hakim majelis dalam mengambil suatu keputusan nya, selain itu masalah HAM, etika dan moral tersebut juga bisa menjadi celah bagi Mafia Peradilan untuk menghambat terjadinya penerapan hukuman mati bagi koruptor.
“ Masalah Hukuman Mati untuk Koruptor, saya kira sudah jelas, sudah ada di Peraturan Perundang-undangan, nah, sekarang tergantung penerapannya yang berada dalam proses peradilan dan jadi wewenang Majelis Hakim untuk memberikan vonis hukuman mati kepada terdakwa tindak pidana korupsi, namun demikian selain itu, selama masih ada Mafia Peradilan yang menghantui badan peradilan, maka penerapan hukuman mati bagi koruptor sulit di terapkan, berantas dulu mafia peradilan baru bisa di terapkan hukuman mati bagi koruptor.” Pungkas Andi Darwin Rangreng, SH, MH.