NasionalPos.com, Jakarta- Dari data yang diperoleh sedikitnya terdapat 53 RT yang terendam banjir akibat hujan deras Senin, 10/10/2022 kemaren lusa, dan realitas ini nampaknya permasalahan banjir menjadi persoalan yang tidak pernah ada solusinya di wilayah Provinsi DKI Jakarta, padahal sesungguhnya kondisi tersebut, bukan tanpa solusi, melainkan ada beberapa factor pemicu terjadinya bencana banjir yang semestinya dapat dilakukan pencegahan atau antisipasi oleh Pemprov DKI Jakarta, demikian disampaikan Sabam Pakpahan Ketua Umum DPP Gerakan Manivestasi Rakyat, kepada pers, Rabu, 12/10/2022 di Jakarta
“Ada beberapa penyebab bencana banjir, yang mungkin kurang diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta, dan tidak dilakukan pencegahan, salah satu diantaranya adalah masalah keberadaan Pedagang Kaki lima yang berdagang di atas trotoar, yang menimbulkan sampah sehingga menyumbat aliran air pada saluran drainase”ungkap Sabam.
Menurut Sabam, dari hasil pantauannya, maupun dari keluhan warga yang diterimanya, menyebutkan bahwa banyak sekali trotoar yang diatasnya justru difungsikan untuk tempat berdagang, sedangkan para pedagang itu membuang sampah maupun limbahnya di saluran air yang ada di bawah trotoar, sehingga menyumbat saluran air tersebut, akibatnya genangan air tidak bisa ngalir sebab tersumbat sampah maupun limbah cair, selain itu, keberadaan pedagang yang menjual dagangannya di trotoar tersebut, juga menimbulkan kemacetan lalu lintas maupun terganggunya pengguna jalan yang melintas di trotoar tersebut, ini jelas bukan hanya mengusik Hak Azasi Manusia pengguna jalan, melainkan juga bertentangan dengan Pasal 127 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta melanggar Pasal 25 ayat (2) Perda DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang melarang seseorang berdagang di atas Trotoar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“ Ini yang mengherankan bagi kami, kenapa bisa keputusan Undang-Undang dan Peraturan Daerah tidak diindahkan oleh Pemprov DKI Jakarta, bahkan diduga melegalkan pelanggaran tersebut yang melarang berdagang di atas Trotoar misalnya melalui terbitnya SK Walikota Jakarta Pusat Nomor 69 Tahun 2021 yang memperbolehkan pedagang itu berdagang di atas trotoar di wilayah Jakarta Pusat, misalnya yang ada di kawasan Jl Kramat Raya, yang justru diberi label foodstreet kramat, ini salah satu bukti betapa Pemprov DKI Jakarta Legalkan Larangan Berdagang di Trotoar, akibatnya permasalahan kemacetan lalu lintas dan banjir tidak tertangani dengan tepat, sedangkan korbannya adalah warga Jakarta.”tukas Sabam
Sementara itu, masalah pembuatan sumur serapan, lanjut Sabam, itu bukan solusi pencegahan banjir di Jakarta, sebab sedalam apapun sumur serapan dibuat, tidak bakal bisa mencegah timbulnya genangan air, jika masih banyaknya pedagang yang berjualan di trotoar, sehingga menimbulkan sampah atau limbah yang menyumbat saluran air, akibatnya sumur serapanpun bisa tersumbat sampah, karena itu, sudah sepatutnya pihak Pemprov DKI Jakarta bersikap tegas terhadap para pedagang yang berjualan di atas trotoar tersebut, menegakkan hukum, tapi realitasnya menafikan hukum dan melegalkan pelanggaran hukum, serta juga membiarkan adanya pelanggaran Hak Azasi Manusia para pengguna jalan baik yang melintas di atas trotoar maupun di sepanjang jalan raya yang terdapat trotoar.
“Ya, kami sebagai warga Jakarta, sangat prihatin terhadap kebijakan atau perilaku pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, yang diduga melegalkan pelanggaran terhadap Undang-Undang UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta melanggar Perda DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang melarang seseorang berdagang di atas Trotoar, yang memicu bencana banjir tidak tertangani secara serius, dan ini pekerjaan rumah yang juga harus menjadi perhatian serius Drs. Heru Budi Hartono, M.M sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta agar selama 2 tahun menjabat bisa mencegah terjadinya Banjir melalui menertibkan dan mendisplinkan aparatur pemerintah di lingkungan Pemprov DKI Jakarta sampai dengan tingkat Walikota, SKPD, Camat hingga Lurah supaya tidak melegalkan pelanggaran Undang-Undang maupun Perda, dengan alasan apapun, yang justru merugikan warga Jakarta”pungkas Sabam Pakpahan (*dit)