NasionalPos.com, Jakarta- Baru saja lewat tiga hari dari momentum sejarah yang selalu kita ingat sebagai Sumpah Pemuda. Para pendahulu bangsa ini telah mengikrarkan dirinya untuk bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan berbahasa satu, bahasa persatuan Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa visioner dan kokohnya cita-cita orang muda Indonesia saat itu. Kini, orang muda di Indonesia juga memegang tonggak penting perjuangan bangsa.
Mengingat bahwa generasi muda, khususnya generasi Z dan Milenial merupakan generasi yang mendominasi jumlah pemilih tetap pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yaitu sebesar 56,45% dari total pemilih tetap (KPU, 2023). Jumlah yang besar ini seharusnya mampu mendorong dan menggerakkan para politisi yang berkontestasi dalam Pemilu 2024 mendatang. Fenomena ini sebenarnya juga sudah mulai dirasakan dengan melihat partai politik, kandidat calon anggota legislatif hingga calon presiden dan wakil presiden yang sudah memulai branding atau citra dirinya sebagai bagian dari orang muda. Citra diri ini dimunculkan dari usianya, cara bicaranya, bentuk kampanye nya, outfitnya hingga sebagian mungkin dengan gagasannya untuk kepentingan orang muda.
Belum lama, Mahkamah Konstitusi juga baru saja mengabulkan putusan mengenai batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden yang akhirnya memperbolehkan seorang individu untuk menjadi Capres/Cawapres meski usianya belum 40 tahun dengan syarat pernah terpilih dalam Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah sebelumnya atau saat ini sedang menjabat di posisi tersebut. Banyak komentar pro dan kontra terhadap hasil putusan MK ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal yang disoroti adalah ketika tiket menjadi calon wakil presiden ini kemudian digunakan oleh anak seorang Presiden yang saat ini masih menjabat yaitu Gibran Rakabuming Raka dengan usia yang masih sangat muda, yaitu 36 tahun. Banyak yang bilang bahwa Gibran bisa merepresentasikan orang muda namun demikian, tak sedikit yang menolak putusan ini karena menyalahi konstitusi serta wewenang MK sendiri yang semestinya tidak mencampuri urusan open legal policy atau semestinya dibahas oleh DPR dan pemerintah (eksekutif). Peristiwa ini kemudian kembali mengingatkan kita untuk berpikir, sebenarnya seperti apa seharusnya politik bagi orang muda?
Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) percaya bahwa seharusnya dalam politik orang muda tidak dilibatkan hanya sebagai objek tapi subjek yang seharusnya dilibatkan secara aktif bukan juga terbatas pada orang muda dengan privilege tertentu. Hal ini disebut sebagai meaningful youth participation (keterlibatan kaum muda yang bermakna).
Hal tersebut, juga dijelaskan Manik Marganamahendra, Ketua IYCTC kepada wartawan, ia mengatakan, bahwa Momentum politik di Indonesia saat ini memang menargetkan orang muda sebagai sasaran kuncinya. Namun benarkah orang muda dijadikan sebagai target yang diberdayakan atau justru hanya dimanipulasi untuk dekorasi politik semata? Putusan MK beberapa waktu lalu misalnya, nyatanya hal itu tidak memberikan ruang terang bagi orang muda secara adil dan setara, yang terlihat orang muda dan yang terlibat justru adalah yang memiliki privilege dan konflik kepentingan. Sebut saja ayahnya adalah presiden yang masih menjabat, pamannya adalah ketua MK dan adiknya adalah seorang ketua umum partai. Orang muda mana yang punya akses terhadap kekuasaan sebesar ini dan kemudian bisa dengan mudahnya mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden?.
“Industri rokok adalah contoh nyata bagaimana orang muda di manipulasi. Mereka bilang bahwa rokok tidak menargetkan orang muda dengan label bukan untuk konsumen di bawah 18 tahun, tapi mereka dengan terang-terangan mendukung konser musik dan acara olahraga yang diminati orang muda, untuk memasarkan produknya. Ada juga yang seolah-olah peduli pendidikan dan prestasi orang muda dengan memberikan beasiswa melalui Corporate Social Responsibility (CSR)nya tapi tentu tidak gratis. Mereka letakkan logo industrinya besar-besaran, untuk apalagi jika bukan untuk mempromosikan brandnya? Mereka tidak dermawan, mereka culas dan menipu orang muda seolah mereka paling peduli pada orang muda,” ungkap Manik kepada pers, Selasa 31/10/2023 di Jakarta saat, menjelaskan bagaimana praktik industri rokok memanipulasi orang muda.
Sementara itu, di tempat yang sama, Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC, kepada wartawan, ia kemudian menekankan sudah saatnya bagi Capres dan Cawapres yang berkontestasi pada Pemilu kali ini tidak lagi memanipulasi orang muda. Pelibatan orang muda haruslah bermakna. Hal ini semestinya tertulis dengan terang benderang dalam visi-misi Capres/Cawapres ataupun janji kampanyenya kelak, dirinya juga menagih keseriusan Capres/Cawapres untuk melindungi anak dan orang muda dari bahaya adiksi rokok yang selama ini kebijakannya tidak pernah berpihak pada keselamatan dan kesehatan masyarakat, apalagi orang muda.
“Kami mempelajari dokumen Visi Misi masing-masing pasangan Capres Cawapres yang sudah beredar di internet. Masing-masing kandidat memang memasukan beberapa isu penting orang muda seperti lapangan pekerjaan, hunian untuk orang muda, kesehatan mental, masalah gizi, hingga beberapa yang spesifik menyebutkan generasi Z dan milenial. Namun nihil diantara mereka yang secara eksplisit menjabarkan masalah adiksi rokok ini pada berbagai aspek kehidupan seperti kemiskinan, kesejahteraan ataupun kesehatan masyarakat dan juga kebutuhan gizi seimbang. Padahal berbagai macam riset sudah menyebutkan bahwa rokok adalah faktor penyebab kemiskinan dan epidemi yang berbahaya bagi kesehatan karena menimbulkan banyak penyakit katastropik yang mematikan dan memiskinkan.” tukas Shella, selain itu, dirinya juga menuntut setiap pasangan Capres Cawapres bicara soal isu orang muda dan konsumsi rokok.
Sedangkan menurut Daniel Beltsazar, Program and Research Officer IYCTC, bahwa dalam upaya memastikan generasi penerus terlindungi, para capres-cawapres harus memprioritaskan implementasi kebijakan-kebijakan yang kuat dan berdampak dalam menurunkan prevalensi perokok, khususnya pada orang muda. Demi mencapai Indonesia Emas 2045 yang diinginkan, orang muda yang sehat adalah kunci untuk menjadi produktif, dan berdaya saing. Kesehatan adalah fondasi bagi kemajuan, dan mengurangi konsumsi rokok adalah salah satu langkah konkret dalam mencapai tujuan tersebut.
“Dalam mengakhiri pernyataan ini, IYCTC dengan tegas menekankan bahwa melibatkan orang muda dalam proses politik bukanlah sekadar formalitas semata, melainkan sebuah kewajiban moral untuk melindungi dan memajukan masa depan bangsa. Kami berharap para Capres dan Cawapres yang berlaga dalam Pemilu mendatang akan mengambil komitmen nyata untuk mengendalikan industri rokok, sehingga generasi muda dapat tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan produktif. Kami juga menyerukan kepada seluruh masyarakat, terutama orang muda, untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka dan menjadi agen perubahan positif dalam membangun bangsa yang lebih baik. Mari bersama-sama mencapai visi Indonesia yang sejahtera, adil, dan berbudaya tanpa mengorbankan kesehatan dan masa depan generasi penerus,” tutup Daniel.