NasionalPos.com,Washington– Negara-negara sekutu berkomitmen untuk mengikuti jejak Amerika yang melarang impor barang yang dibuat dengan sistem kerja paksa dari wilayah Xinjiang, China. Pejabat itu memperingatkan perusahaan bahwa, mereka tidak dapat mempertahankan “ketidaktahuan yang disengaja” tentang rantai pasokan mereka, demikian disampaikan seorang pejabat senior pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada pers. Selasa, (18/7/2022) waktu setempat, seperti dilansir dari kantor berita Antara.
Sementara itu, diperoleh informasi Undang-undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur Amerika Serikat (UFLPA) mulai berlaku bulan lalu. Undang-undang tersebut memotong impor produk dari Xinjiang.
Sedangkan menurut Wakil Sekretaris untuk Urusan Internasional di Departemen Tenaga Kerja AS, Thea Lee, Kondisi tersebut, memicu pihaknya bersama dengan mitranya termasuk di Uni Eropa dan Kanada, telah membicarakan tentang penerapan pembatasan impor barang dari Xinjiang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“(Aturan) ini bergerak di Kanada. Ini bergerak di Uni Eropa. Ini benar-benar bergerak di seluruh dunia, itulah sebabnya pesan saya kepada perusahaan adalah, ‘Anda harus mulai menganggap ini serius’,” ungkap Lee.
Perusahaan saat ini lanjut Lee memiliki apa yang disebut sebagai ketidaktahuan yang disengaja. Mereka tidak perlu tahu, jadi mereka tidak tahu, tentang pemahaman mereka terkait rantai pasokan.
Namun Lee juga mengungkapkan, fokus Uni Eropa pada pengembangan standar uji tuntas wajib adalah titik awal yang baik, Kanada dan Meksiko sedang bergerak menetapkan standar umum Amerika Utara yang melarang barang kerja paksa sebagai bagian dari komitmen mereka di bawah perjanjian perdagangan trilateral.
“Misi kami adalah memberikan informasi sebanyak mungkin untuk memastikan tidak ada kerja paksa dalam rantai pasokan kami. Dan kami memahami bahwa akan selalu ada tujuan yang bersaing dalam suatu pemerintahan, di dalam pemerintahan,” tukas Lee.
Lee juga mengingatkan bahwa daftar terbaru Departemen Tenaga Kerja tentang barang yang diproduksi dengan pekerja paksa atau pekerja anak akan dirilis pada 28 September 2022 mendatang. Departemen juga akan melakukan peninjauan baru untuk membantu memenuhi mandat kongres menilai lebih dalam ke rantai pasokan.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan, Washington menggalang sekutu melawan kerja paksa saat mulai menerapkan UFLPA. Di bawah undang-undang tersebut, badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS untuk barang barang dari Xinjiang yang dibuat dengan kerja paksa telah diberlakukan “rebuttable presumption” serta dilarang diimpor, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya. Rebuttable presumption adalah praduga fakta yang diterima oleh pengadilan, sampai membuktikan sebaliknya.
Kebijakan itupun mendapatkan sorotan dari Beberapa anggota parlemen AS telah meminta pejabat CBP untuk menjelaskan tiga perusahaan energi surya besar dari negeri RRC dikeluarkan dari daftar importir. Perusahaan itu diduga memiliki keterkaitan dengan kerja paksa dalam rantai pasokan mereka. Memperluas cakupan produk yang dilarang dapat mengancam pasokan panel surya AS. Termasuk menghalangi tujuan Presiden Joe Biden untuk mendekarbonisasi sektor listrik AS pada 2035.