NasionalPos.com, Jakarta– Faktor budaya juga memiliki pengaruh dalam pembentukan pola konsumsi. Contohnya, Bubur Asei yang menjadi salah satu kuliner khas Betawi, yang sesungguhnya juga sudah menjadi identitas budaya Betawi ditanah air, yang secara struktur dasarnya, tidak terlepas dari makanan khas Indonesia dengan memiliki 2 hal penting yang selalu menyertai kekhasan rasa, yaitu kisah atau filosofi dari kuliner itu sendiri dan keragaman bumbu yang kaya akan rempah-rempah khas Indonesia, namun sayangnya, keberadaan kuliner khas Betawi, misalnya Bubur Asei, yang nampaknya terasingkan, tidak berdaulat dinegerinya sendiri, dan tidak menjadi tuan dinegeri sendiri, demikian disampaikan Mathar Kamal pejuang kebudayaan Betawi, saat ditemui NasionalPos.com, Sabtu, 26/11/2022 di warung Kuliner Khas Betawi di Kawasan Jakarta Tenteram Sejahtera/Pusat Kuliner Indonesia, Kemayoran, Jakarta Pusat.
“Kondisi inilah, yang menggugah nurani saya bersama teman-teman untuk membangkitkan kembali kuliner khas Betawi, yang selama ini, terasingkan bahkan hampir dipunahkan, ini sangat memprihatinkan di alam kemerdekaan sebuah negeri ”ungkap Mathar Kamal.
Menurut Mathar, Secara sejarah, kuliner Betawi memang telah melalui proses panjang akulturasi banyak budaya. Kawasan Batavia yang dikenal sebagai pusat kebudayaan pada masa lampau merupakan pusat perekonomian di Nusantara. Batavia dengan pelabuhan Sunda Kelapa-nya saat itu jadi pusat perdagangan. Banyak pedagang yang berdatangan ke Batavia dari banyak daerah di Nusantara. Mereka yang datang pun berasal dari berbagai suku, seperti Melayu, Arab, India, Tionghoa, dan Eropa (terutama masakan Belanda, Portugis, dan Spanyol), Hal tersebut yang akhirnya membuat perpaduan rasa makanan betawi menjadi beragam dan unik, yang tidak dijumpai di daerah lain, namun sayangnya, lanjut Mathar, keberagaman kuliner khas Betawi, saat ini kondisinya sangat memprihatinkan, mereka nyang katanya mengaku sebagai pewaris budaya luhur Betawi, terutama generasi mudanya, lebih mengenal dan lebih menyukai kuliner yang berasal dari Western, bangsa asing daripada mengenal makanan lain khas Betawi, yang beragam jenis dan bentuknya,
“Mereka hanya mengenal nyang itu-itu saja, hanya kerak telor, soto Betawi, soto tangkar, sedangkan yang lainnya dibiarkan punah dan menjadi terasingkan dari kehidupan etnis Betawi sendiri, inilah yang kemudian menyentuh Nurani kami, bagaimana caranya kuliner khas Betawi yang lain tidak dipunahkan oleh pola pikir, ataupun perilaku yang demen banget dengan sok modern, sok kebarat-baratan, nyang kemudian melupakan warisan budaya nenek moyangnye, “tukas Mathar
Untuk itulah, lanjut Mathar Kamal, ia bersama rekan-rekannya memulai langkah perjuangan menjadikan kuliner khas Betawi sebagai tuan di negeri sendiri, dengan membuka warung sederhana yang menyajikan makanan maupun minuman khas Betawi, yang selama ini baik bentuk makanan cara membuatnya maupun penjualnya sudah sulit di temui di Jakarta atau bahkan di luar Jakarta, misalnya Bubur Asei, ketan kinca duren, ketan kobok dll, sehingga dengan adanya warung ini, keberadaan makanan tersebut, dapat tetap eksis, dan bahkan senantiasa dapat dinikmati oleh lidah orang Betawi, terutama anak mudanya, sebagai generasi penerus budaya yang sudah diciptakan nenek moyang etnis Betawi.
“ya, di warung inilah, kami dapat membangkitkan kuliner khas Betawi agar disukai, dinikmati dan bahkan menjadi kuliner kebanggaan etnis Betawi yang insyaallah menjadi tuan dinegeri sendiri, dan tidak punah untuk selamanya, di warung ini, kita bisa ngobrol bagaimana strategi untuk membangun persepsi agar masyarakat Indonesia, terutama etnis Betawi mencintai warisan luhur nenek moyangnya di tengah gempuran kuliner asing.”pungkas Mathar Kamal