NasionalPos.com,Jakarta – Kantor DPP PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta Pusat menjadi saksi bisu tragedi kemanusiaan yang banyak menimbulkan korban luka dan korban jiwa peristiwa penyerangan kasus pengambilalihan secara paksa kantor oleh PDIP pimpinan Soerjadi teehadap kepemimpinan PDIP yabg sah di bawah Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri.
Untuk mengenang tragedi berdarah itu PDIP menggelar tabur bunga untuk memperingati peristiwa penyerangan kantor DPP PDIP pada 27 Juli 1996 lalu.
Dipimpin Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto bersama Ketua DPP Ribka Tjiptaning, Yanti Sukamdani, mantan tim pembela PDIP Tumbu Saraswati, Anggota DPR Nyoman Parta serta puluhan keluarga korban yang biasa disebut Forum Komunikasi Kerukunan (FKK). Acara diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kemudian Hasto dan Ribka memberikan orasi untuk mengenang peristiwa yang kerap disebut Kasus Kudatuli atau Sabtu Kelabu.
Ribka menyebut saat itu ada dukungan masyarakat yang memberi kekuatan terhadap Megawati melawan kekuatan rezim Orde Baru.
“Pada momentum yang sangat tepat ketika intervensi kekuasaan selalu hadir dalam peristiwa kongres PDI semua diatur oleh kekuasaan. Dari Asrama Haji Surabaya itu pada momentum yang sangat kritis, hadirlah Ibu Megawati memimpin gerakan moral rakyat. Itulah momentum yang Ibu Mega sering ceritakan kepada saya, bagaimana sebelum kongres dibubarkan, beliau mengambil momentum dan mengatakan secara de facto saya adalah ketua umum PDI. Itu lah cikal bakal perlawanan kekuatan arus bawah, karena pada sampai detik ini akibat proses intervensi Orde Baru adalah tradisi perlawanan,” urai Hasto.
Hasto pun menyinggung berbagai upaya dalam menggagalkan kepemimpinan Megawati.
“Maka pada akhirnya puncaknya dilakukan suatu rekayasan politik secara paksa. Ibu Mega sebagai ketua umum yang sah pada tanggal 27 Juli 1996 melihat bagaimana kantor partai ini diserang secara brutal dan kemudian timbul korban jiwa dan itu titik yang sangat gelap dalam demokrasi kita bagaimana pemerintahan menyerang parpol yang sebenarnya sah di mata hukum dan di mata rakyat,” lanjut Hasto.
“Peringatan ini sangat penting, telah dilakukan doa besama dan dalam doa itu kita mohon kepada Tuhan agar para arwah yang telah berkorban, yang menjadi korban, yang dikorbankan dalam peristiwa 27 Juli 1996 ditempatkan di surga, di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa,” sebut Hasto.
Dilanjutkannya, peristiwa 27 Juli terus dituntut agar kebenaran ditegakkan, agar hukum ditegakkan. “Esensinya yang paling berkeadilan, menghukum siapapun yang telah melakukan suatu skenario yang telah menciptakan tragedi kemanusiaan yang begitu kelam dalam sejarah demokrasi kita,” kata Hasto.
“Peristiwa 27 Juli suatu basis kekuatan moral tentang politik yang disampaikan Ibu Mega. Politik yang menyatu dengan kekuatan rakyat itu sendiri, karena itulah esensi dari kekuatan PDIP,” pungkas Hasto.
Hasto pun mengajak mengheningkan cipta sejenak. Kemudian, sambil menyanyikan lagu Gugur Bunga, Hasto, Ribka bersama semua yang hadir menaburkan bunga di sekeliling Kantor DPP PDIP.(*)